Selasa, November 25, 2008

RO Fanfic 08

Suasana di dalam kota tampak begitu berbeda dari saat terakhir kali mereka melihatnya. Banyak bangunan yang sudah hancur dan banyak tubuh-tubuh monster dan para prajurit Prontera. Jade segera berlari menuju pintu gerbang Midgard Academy dan berlari masuk. Di sana, ia melihat Ardelle sedang bertempur dengan seekor monster berbentuk prajurit berbaju besi yang memegang perisai berbentuk salib. Ardelle memberi tanda kepada Jade untuk pergi saat ia melihat Jade dan kawan-kawannya mendekatinya. "Kalian takkan mampu melawannya!" teriak Ardelle. Namun, Jade tidak merasa bahwa ia harus meninggalkan Ardelle yang sedang bertempur. "Kami berenam, kami pasti bisa mengatasinya!" kata Jade. Pedangnya terangkat di atas kepalanya dan segera mengenai tubuh sang prajurit. Makhluk itu menatap ke arah Jade dan mulai mengibaskan perisainya untuk memukul Jade. Jade berusaha mnghindari setiap serangannya, namun gerakan makhluk itu terlalu cepat bagi seorang Swordman seperti dirinya. "Bash!!" teriak Jade sambil memukul tubuh makhluk itu. Serangannya tidak terlalu berpengaruh baginya. "Minggir!!" kata Ardelle. Jade segera melompat menjauh saat Ardelle membacakan mantra yang cukup panjang. Setelah beberapa saat, Ardelle mengangkat kedua tangannya dan menatap kepada makhluk itu. "Lord of Vermillion!!"

Seketika itu juga, sebuah benda yang mirip dengan bola api menghunjam tanah dan menyebabkan beberapa ledakan terjadi secara berturut-turut. Ledakan itu terus terjadi selama beberapa saat dan menyebabkan makhluk itu tidak dapat berpindah dari tempatnya berpijak. Sharlean yang menyadari bahwa tak ada gunanya lagi menyaksikan makhluk itu terkena ledakan-ledakan dari Lord of Vermillion segera berlari bersama Cyriel menuju sisi lain kota. "Kami akan menahan monster-monster yang datang dari arah lain!" kata Sharlean. Mereka berlari menerobos para prajurit yang sedang sibuk mempersiapkan diri untuk bertempur. "Kita harus ke arah mana?" tanya Cyriel. "Sebelah utara istana Prontera!" kata Sharlean. Sharlean segera menggunakan Fire Bolt dan Thunder Storm untuk menghabisi musuh yang menghalangi jalannya menuju istana Prontera.

Istana Prontera tampak sepi, berbeda dengan daerah lain di Prontera. Tampaknya semua penjaga istana sedang sibuk menahan serangan dari sebelah utara kota. Sharlean dan Cyriel segera berlari menembus lorong-lorong di sepanjang istana Prontera yang cukup besar. "Cyriel, apa menurutmu kita akan menang?" tanya Sharlean. "Entahlah, aku tak yakin," jawab Cyriel singkat. Saat mereka membuka pintu gerbang belakang istana, mereka dapat melihat bagian belakang istana telah dipenuhi dengan prajurit dan monster yang sedang bertempur. Tanpa pikir panjang, Sharlean segera berlari dan mengangkat tongkat sihirnya sambil berkonsentrasi. "Napalm Beat!!" teriaknya, mengeluarkan tenaga fisik dari tongkatnya untuk memukul seekor monster di hadapannya. Monster iu berbentuk seperti seekor kalajengking raksasa berkepala manusia. Ekornya tampak tajam dan beracun. Setelah menyadari keberadaan Sharlean dan Cyriel, monster itu segera mengarahkan ekornya ke arah mereka. Sharlean menyentuhkan tongkatnya ke tanah tepat sebelum ekor monster itu menusuknya. "Safety Wall!!"

Ekor monster itu tertahan tepat di depan wajah Sharlean seakan ada dinding sihir yang telah diciptakan. Monster itu berusaha menyerang sekali lagi, namun mantra Safety Wall masih bekerja dengan baik. Sekali lagi, Sharlean mengarahkan tangan kanannya pada sang kalajengking sambil berkonsentrasi. "Frost...Diver!!" teriaknya. Es-es yang berbentuk seperti tombak segera muncul dari tanah dan bergerak menuju monster itu. Monster itu segera membeku terkena Frost Diver yang terus menutupi tubuhnya. Cyriel yang tidak mau kalah segera mengeluarkan segenggam uang dari sakunya. "Mammonite!!!" ia berteriak. Koin-koin itu mengenai monster di hadapannya, tapi tampaknya monster itu tidak merasakan apa-apa. "Biar kuselesaikan...Fire Bolt!!!" teriak Sharlean. Panah api muncul dari udara dan menghunjam beberapa kali ke tubuh besar sang kalajengking dan membuatnya terjatuh.

Sementara itu, Carish sedang mengikuti Ardelle menuju menara bagian atas dari Midgard Academy. "Kurasa tak ada pilihan lain," kata Ardelle. Carish menatapnya dengan penuh simpati. Jarred juga mengikuti mereka, tapi ia tidak mengatakan apapun. Ardelle sang High Wizard terus melangkah menaiki tangga spiral menuju atap menara. Ia menggenggam tongkat sihirnya dengan erat dan masih berwajah serius. Mereka sampai di atap menara yang sangat tinggi. Carish segera berdiri di sebelah kanan Ardelle didampingi Jarred di dekatnya. "Jarred, saat aku melakukannya, kau harus membawa Carish sejauh mungkin dari tempat ini," kata Ardelle. Jarred mengangguk. "Apa yang akan Anda lakukan?" tanya Carish. "Aku akan meminjam kekuatanmu untuk beberapa saat saja. Jika kekuatanku sudah mencukupi, aku akan melakukan hal yang seharusnya kulakukan," jawab Ardelle. Perlahan-lahan, Ardelle melepas genggamannya dari tongkat, namun tongkat itu tidak terjatuh, melainkan melayang perlahan di hadapan Ardelle. "Sihir penghancur tertinggi," kata Ardelle.

Jade, Sharlean, Cherlia, dan Cyriel telah berlari keluar Prontera setelah mengetahui dari Carish bahwa Ardelle akan menggunakan sihir penghancur untuk menyelesaikan pertempuran. Mereka menatap ke arah menara tertinggi di Prontera. "Kuharap mereka tak apa-apa," kata Cyriel.

Jarred telah siap membawa pergi Carish setelah Ardelle selesai membacakan mantra sihirnya. Dalam sekejap, Jarred menarik tubuh Carish tepat setelah Ardelle mengangguk kepadanya. Setelah itu, semua berlangsung begitu cepat. Jarred menggendong Carish dan melompat turun dari menara yang tinggi. Kemampuannya sebagai seorang Assassin memungkinkannya untuk melompat tanpa terluka. Beberapa saat kemudian, terdengar suara ledakan yang sangat besar dari atap menara yang menyebabkan seluruh bangunan itu hancur perlahan-lahan. Ledakan terjadi berkali-kali dan semakin membesar ke seluruh penjuru kota. Jarred berhasil membawa kabur Carish tepat sebelum mereka mendengar Ardelle berteriak keras, "Heart of Oblivion!" dan mengakibatkan semua ledakan besar itu terjadi. Kehancuran memang tak bisa dihindari. Carish meneteskan air mata saat melihat ledakan yang terjadi. Ia membayangkan bahwa kemungkinan Ardelle dapat selamat sangatlah kecil. Ia mempererat pegangannya pada Jarred yng sedang membawanya keluar kota.

"Kenapa ia harus mengorbankan dirinya sendiri?" tanya Carish setelah ia dan Jarred bertemu dengan teman-temannya dan beberapa sisa prajurit dari Rune Midgard. "Ia...hanya menyelesaikan tugasnya," jawab Jarred dengan nada misterius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar