Chapter 3: "Cyriel"
Jade sedang berjalan bersama Cherlia, Sharlean, dan Carish di sepanjang jalan kecil di kota Payon. Mereka cukup menikmati keadaan sekitar meskipun perang baru saja berakhir. Beberapa orang pedagang menjajakan barang dagangannya. Jade yang tampak tertarik dengan sebuah pedang yang bermata pedang berwarna kebiruan segera menanyakan harga pedang itu. "50.000 zeny, mahal amat," katanya. "Yah, memang begitu dari sananya," jawab si pedagang. Pedagang itu merupakan seorang gadis seusia mereka. Gadis itu berambut panjang berwarna kecoklatan. Raut wajahnya tampak begitu ceria.
"Cyriel!" panggil seorang pedagang lainnya. Pedagang, atau yang sering disebut sebagai Merchant, yang sedang berada di hadapan Jade segera berdiri dan menatap ke arah orang yang memanggilnya. Orang itu memberikan sebuah kode yang tidak begitu dimengerti oleh Jade. "Jadi, mau beli apa nggak?" tanya Cyriel sambil kembali menatap Jade dan yang lainnya. "Nggak jadi deh, terlalu mahal," kata Jade. "Pedang ini terbuat dari besi tempa terbaik lho. Kau takkan menemukannya di mana-mana selain di Payon," kata Cyriel. Jade tidak mengacuhkannya. "Baiklah, kuturunkan harganya menjadi 25.000 zeny," kata Cyriel. "Hmm...baiklah, tapi ini benar-benar pedang yang langka?" tanya Jade. "Yap," jawab Cyriel riang. Setelah menerima uang, Cyriel segera menutup tokonya dan pergi meninggalkan mereka. Beberapa saat kemudian, Jarred datang menghampiri mereka. "Kau membeli pedang baru?" tanyanya. "Ya, seharga 25.000 zeny. Cukup murah kan?" tanya Jade. Jarred memperhatikan pedang biru di tangan Jade dengan seksama. "Terlalu mahal untuk sebuah Blade biasa," komentarnya. "Tapi katanya ini pedang khusus," kata Jade. "Kurasa kau ditipu. Ini pedang biasa yang sering dijumpai di Prontera dengan harga kurang dari 5.000 zeny, kurasa...," kata Jarred. Jade ternganga. "Hah!!??" katanya. Ia segera memutuskan untuk mengejar Cyriel yang masih tampak berlari di belakang mereka. "Hey, kau!! Tunggu!!" teriak Jade. Ia segera berlari menerobos kerumunan orang banyak sambil berusaha menghindari tabrakan dengan orang lain.
Cyriel memilih rute yang sulit untuk diikuti. Ia berlari melalui jalan yang banyak tikungan dan banyak pedagang melintas di jalan itu sehingga Jade harus berhati-hati agar tidak merusak barang dagangan mereka. Jade segera melakukan lompatan ke atas salah satu atap rumah yang cukup rendah dan melanjutkan pengejaran. Jarred pun mengikutinya dari belakang. Tentu saja, seorang Assassin lebih ahli dalam urusan lompat-melompat, namun Jade tak ingin melepaskan Cyriel begitu saja. Jade segera melompat ke atas atap lainnya tanpa terjatuh dan berusaha menghindari rintangan lainnya seperti papan-papan bekas bangunan yang diletakkan di atas atap. Saat ia menyadari bahwa Cyriel berada tepat di jalanan di bawahnya, Jade segera melompat ke depan Cyriel. Tepat sebelum menyentuh tanah, ia mengeluarkan pedang birunya dan berteriak, "Magnum Break!!"
Ledakan yang terjadi kemudian menghantam Cyriel dan membuatnya terjatuh. Ia hanya menerima luka kecil, namun sudah cukup untuk membuatnya terjatuh karena tekanan dari ledakan itu. Tanpa pikir panjang Jade segera mengarahkan Blade-nya kepada wajah Cyriel yang tampak ceria. "Menyerah juga akhirnya...," kata Jade. "Nah, kembalikan uangku," kata Jade. "Tidak. Kau telah membelinya dariku. Jadi tak ada pengembalian uang," kata Cyriel kesal. Jade yang merasa dirugikan segera mendekatkan pedangnya ke wajah Cyriel. "Baiklah, ini," kata Cyriel yang tampak gugup karena wajahnya dipertemukan dengan ujung pedang yang berkilau biru. Ia segera mengembalikan sebagian uang Jade. "Karena aku sudah mengembalikan uangmu, aku ada satu permintaan," kata Cyriel. "Apa lagi sekarang?" tanya Jade. "Belum pernah aku melihat Swordman yang selincah dirimu, jadi aku ingin ikut dalam petualanganmu," kata Cyriel. "Petualangan? Aku bukan pengembara. Aku hanya ingin kembali ke Prontera," kata Jade. "Ya, aku akan ikut ke Prontera. Kurasa di sana aku akan mendapat banyak pelanggan," kata Cyriel. "Yah, mungkin. Tapi kau harus berjanji takkan menipu lagi," kata Jade sambil menyarungkan pedangnya. Cyriel mengangguk.
Jade mempertemukan Cyriel dengan Sharlean, Carish, dan Cherlia. Mereka tidak keberatan Cyriel ikut dalam perjalanan mereka. "Tapi kami tidak berjanji akan melakukan perjalanan yang menarik setelah kami tiba di Prontera. Ingat kami hanya ingin kembali ke kota asal kami," kata Jade. "Ya, tapi kurasa petualanganlah yang akan menemukan kalian. Aku dapat merasakannya dari dirimu...mmm...Jade," kata Cyriel. "Terserahlah...," kata Jade. Jarred tak berkomentar apa-apa. Ia mengetahui tentang apa yang tidak diketahui Jade, yaitu tujuan didirikannya Midgard Academy. "Waktunya akan tiba," gumamnya. Ardelle telah memberitahunya segala sesuatu tentang Odin dan Valhalla. Ia merasa pertempuran yang tak terhindarkan akan terjadi dalam waktu dekat ini. "Ayo kita berangkat," Jarred mendengar Jade berteriak. Ia teringat kembali kepada kata-kata Ardelle sebelum ia lulus dulu.
"Jarred," panggil Ardelle.
"Ya, ada apa?" kata Jarred.
"Kau tahu, untuk apa sekolah ini didirikan?" kata Ardelle tersenyum. Jarred menggeleng. "Perang besar...," jawab Ardelle. "Aku tak mengerti maksud Anda," kata Jarred. "Bertahun-tahun yang lalu, telah diramalkan bahwa para dewa dari Valhalla akan melakukan serangan untuk menghukum umat manusia yang dianggap pendosa. Ia mengatakan bahwa perang itulah yang akan mengubah sejarah dunia. Apakah manusia atau dewa yang akan menang, kita sendiri yang menentukan. Aku mendirikan sekolah ini dalam rangka mempersiapkan murid-murid untuk berperang mempertahankan tanah Rune Midgard," kata Ardelle.
"Aku telah mendengar ramalan itu sebelumnya. Ragnarok...," kata Jarred.
"Ya, Ragnarok. Kata itulah yang digunakan oleh peramal beberapa tahun yang lalu untuk menggambarkan keagungannya. Perang suci Ragnarok...," kata Ardelle.
"Aku tak menyangka...Anda melakukan semua ini demi Ragnarok?" kata Jarred. Ardelle tidak menjawab. Ia hanya meneguk teh dari cangkir di meja kerjanya. "Ragnarok takkan bisa dihindari," kata Ardelle setelah ia membisu selama beberapa saat. "Anda sama saja mengirimkan murid ke misi bunuh diri!" kata Jarred. "Ya, mungkin saja. Tapi apakah 'misi bunuh diri' yang kau maksud takkan terjadi apabila aku tidak mendirikan sekolah ini? Odin akan menghancurkan semua manusia, tanpa kecuali," katanya. "Bahkan kau, Jarred, takkan bisa menghindari Ragnarok," ia menambahkan. Jarred tampak membeku. Ia tidak dapat berkata-kata lagi. Ia ingin memprotes, tapi ia tahu bahwa kata-katanya takkan ada gunanya. Apa yang dikatakan Ardelle memang benar. Ragnarok-lah yang akan mengakhiri dan memulai segalanya. Ragnarok pula yang akan membawa Oblivion (kehancuran) bagi dua dunia: Rune Midgard, tempat manusia tinggal, dan Asgard, tempat para dewa tinggal yang dipimpin oleh Odin di istana Valhalla. "Semua akan berakhir jika kita tak berbuat apa-apa," kata Ardelle seakan mengerti raut wajah Jarred.
"Namun ada harapan. Jika kita bisa melatih para murid untuk menjadi petarung yang kuat, mereka mungkin dapat mempertahankan Rune Midgard, bahkan Asgard sekalipun," kata Ardelle. "Maksud Anda, kita harus melawan para dewa tanpa menghancurkan Asgard?" tanya Jarred. Ardelle menggeleng. "Asgard takkan bisa dihancurkan. Tempat itu adalah keabadian itu sendiri. Tapi bukan berarti kita tak bisa menyegel pintu masuk yang menghubungkan Rune Midgard dan Asgard," kata Ardelle. "Aku mengerti," jawab Jarred.
Jarred tersadar dari lamunannya. Ia sedang berjalan bersama Jade menuju Prontera. Banyak sekali hal yang ia ketahui, namun tak bisa diceritakan pada teman-temannya, bahkan tidak kepada Carish, kekasihnya sendiri. "Carish, maafkan aku...," pikirnya. "Jade, Cherlia, Sharlean, Carish...dan juga kau Cyriel, apakah kalian sanggup bertahan dalam Ragnarok...?" pikirnya lagi. Ia melihat adanya harapan dalam diri Jade, namun itu bukan berarti Jade dapat mengalahkan Odin. Kemampuannya masih jauh di bawah Odin. "Kuharap kita bukan bertempur untuk sesuatu yang tidak mungkin," katanya dengan suara rendah pada diri sendiri.
Jade sedang berjalan bersama Cherlia, Sharlean, dan Carish di sepanjang jalan kecil di kota Payon. Mereka cukup menikmati keadaan sekitar meskipun perang baru saja berakhir. Beberapa orang pedagang menjajakan barang dagangannya. Jade yang tampak tertarik dengan sebuah pedang yang bermata pedang berwarna kebiruan segera menanyakan harga pedang itu. "50.000 zeny, mahal amat," katanya. "Yah, memang begitu dari sananya," jawab si pedagang. Pedagang itu merupakan seorang gadis seusia mereka. Gadis itu berambut panjang berwarna kecoklatan. Raut wajahnya tampak begitu ceria.
"Cyriel!" panggil seorang pedagang lainnya. Pedagang, atau yang sering disebut sebagai Merchant, yang sedang berada di hadapan Jade segera berdiri dan menatap ke arah orang yang memanggilnya. Orang itu memberikan sebuah kode yang tidak begitu dimengerti oleh Jade. "Jadi, mau beli apa nggak?" tanya Cyriel sambil kembali menatap Jade dan yang lainnya. "Nggak jadi deh, terlalu mahal," kata Jade. "Pedang ini terbuat dari besi tempa terbaik lho. Kau takkan menemukannya di mana-mana selain di Payon," kata Cyriel. Jade tidak mengacuhkannya. "Baiklah, kuturunkan harganya menjadi 25.000 zeny," kata Cyriel. "Hmm...baiklah, tapi ini benar-benar pedang yang langka?" tanya Jade. "Yap," jawab Cyriel riang. Setelah menerima uang, Cyriel segera menutup tokonya dan pergi meninggalkan mereka. Beberapa saat kemudian, Jarred datang menghampiri mereka. "Kau membeli pedang baru?" tanyanya. "Ya, seharga 25.000 zeny. Cukup murah kan?" tanya Jade. Jarred memperhatikan pedang biru di tangan Jade dengan seksama. "Terlalu mahal untuk sebuah Blade biasa," komentarnya. "Tapi katanya ini pedang khusus," kata Jade. "Kurasa kau ditipu. Ini pedang biasa yang sering dijumpai di Prontera dengan harga kurang dari 5.000 zeny, kurasa...," kata Jarred. Jade ternganga. "Hah!!??" katanya. Ia segera memutuskan untuk mengejar Cyriel yang masih tampak berlari di belakang mereka. "Hey, kau!! Tunggu!!" teriak Jade. Ia segera berlari menerobos kerumunan orang banyak sambil berusaha menghindari tabrakan dengan orang lain.
Cyriel memilih rute yang sulit untuk diikuti. Ia berlari melalui jalan yang banyak tikungan dan banyak pedagang melintas di jalan itu sehingga Jade harus berhati-hati agar tidak merusak barang dagangan mereka. Jade segera melakukan lompatan ke atas salah satu atap rumah yang cukup rendah dan melanjutkan pengejaran. Jarred pun mengikutinya dari belakang. Tentu saja, seorang Assassin lebih ahli dalam urusan lompat-melompat, namun Jade tak ingin melepaskan Cyriel begitu saja. Jade segera melompat ke atas atap lainnya tanpa terjatuh dan berusaha menghindari rintangan lainnya seperti papan-papan bekas bangunan yang diletakkan di atas atap. Saat ia menyadari bahwa Cyriel berada tepat di jalanan di bawahnya, Jade segera melompat ke depan Cyriel. Tepat sebelum menyentuh tanah, ia mengeluarkan pedang birunya dan berteriak, "Magnum Break!!"
Ledakan yang terjadi kemudian menghantam Cyriel dan membuatnya terjatuh. Ia hanya menerima luka kecil, namun sudah cukup untuk membuatnya terjatuh karena tekanan dari ledakan itu. Tanpa pikir panjang Jade segera mengarahkan Blade-nya kepada wajah Cyriel yang tampak ceria. "Menyerah juga akhirnya...," kata Jade. "Nah, kembalikan uangku," kata Jade. "Tidak. Kau telah membelinya dariku. Jadi tak ada pengembalian uang," kata Cyriel kesal. Jade yang merasa dirugikan segera mendekatkan pedangnya ke wajah Cyriel. "Baiklah, ini," kata Cyriel yang tampak gugup karena wajahnya dipertemukan dengan ujung pedang yang berkilau biru. Ia segera mengembalikan sebagian uang Jade. "Karena aku sudah mengembalikan uangmu, aku ada satu permintaan," kata Cyriel. "Apa lagi sekarang?" tanya Jade. "Belum pernah aku melihat Swordman yang selincah dirimu, jadi aku ingin ikut dalam petualanganmu," kata Cyriel. "Petualangan? Aku bukan pengembara. Aku hanya ingin kembali ke Prontera," kata Jade. "Ya, aku akan ikut ke Prontera. Kurasa di sana aku akan mendapat banyak pelanggan," kata Cyriel. "Yah, mungkin. Tapi kau harus berjanji takkan menipu lagi," kata Jade sambil menyarungkan pedangnya. Cyriel mengangguk.
Jade mempertemukan Cyriel dengan Sharlean, Carish, dan Cherlia. Mereka tidak keberatan Cyriel ikut dalam perjalanan mereka. "Tapi kami tidak berjanji akan melakukan perjalanan yang menarik setelah kami tiba di Prontera. Ingat kami hanya ingin kembali ke kota asal kami," kata Jade. "Ya, tapi kurasa petualanganlah yang akan menemukan kalian. Aku dapat merasakannya dari dirimu...mmm...Jade," kata Cyriel. "Terserahlah...," kata Jade. Jarred tak berkomentar apa-apa. Ia mengetahui tentang apa yang tidak diketahui Jade, yaitu tujuan didirikannya Midgard Academy. "Waktunya akan tiba," gumamnya. Ardelle telah memberitahunya segala sesuatu tentang Odin dan Valhalla. Ia merasa pertempuran yang tak terhindarkan akan terjadi dalam waktu dekat ini. "Ayo kita berangkat," Jarred mendengar Jade berteriak. Ia teringat kembali kepada kata-kata Ardelle sebelum ia lulus dulu.
"Jarred," panggil Ardelle.
"Ya, ada apa?" kata Jarred.
"Kau tahu, untuk apa sekolah ini didirikan?" kata Ardelle tersenyum. Jarred menggeleng. "Perang besar...," jawab Ardelle. "Aku tak mengerti maksud Anda," kata Jarred. "Bertahun-tahun yang lalu, telah diramalkan bahwa para dewa dari Valhalla akan melakukan serangan untuk menghukum umat manusia yang dianggap pendosa. Ia mengatakan bahwa perang itulah yang akan mengubah sejarah dunia. Apakah manusia atau dewa yang akan menang, kita sendiri yang menentukan. Aku mendirikan sekolah ini dalam rangka mempersiapkan murid-murid untuk berperang mempertahankan tanah Rune Midgard," kata Ardelle.
"Aku telah mendengar ramalan itu sebelumnya. Ragnarok...," kata Jarred.
"Ya, Ragnarok. Kata itulah yang digunakan oleh peramal beberapa tahun yang lalu untuk menggambarkan keagungannya. Perang suci Ragnarok...," kata Ardelle.
"Aku tak menyangka...Anda melakukan semua ini demi Ragnarok?" kata Jarred. Ardelle tidak menjawab. Ia hanya meneguk teh dari cangkir di meja kerjanya. "Ragnarok takkan bisa dihindari," kata Ardelle setelah ia membisu selama beberapa saat. "Anda sama saja mengirimkan murid ke misi bunuh diri!" kata Jarred. "Ya, mungkin saja. Tapi apakah 'misi bunuh diri' yang kau maksud takkan terjadi apabila aku tidak mendirikan sekolah ini? Odin akan menghancurkan semua manusia, tanpa kecuali," katanya. "Bahkan kau, Jarred, takkan bisa menghindari Ragnarok," ia menambahkan. Jarred tampak membeku. Ia tidak dapat berkata-kata lagi. Ia ingin memprotes, tapi ia tahu bahwa kata-katanya takkan ada gunanya. Apa yang dikatakan Ardelle memang benar. Ragnarok-lah yang akan mengakhiri dan memulai segalanya. Ragnarok pula yang akan membawa Oblivion (kehancuran) bagi dua dunia: Rune Midgard, tempat manusia tinggal, dan Asgard, tempat para dewa tinggal yang dipimpin oleh Odin di istana Valhalla. "Semua akan berakhir jika kita tak berbuat apa-apa," kata Ardelle seakan mengerti raut wajah Jarred.
"Namun ada harapan. Jika kita bisa melatih para murid untuk menjadi petarung yang kuat, mereka mungkin dapat mempertahankan Rune Midgard, bahkan Asgard sekalipun," kata Ardelle. "Maksud Anda, kita harus melawan para dewa tanpa menghancurkan Asgard?" tanya Jarred. Ardelle menggeleng. "Asgard takkan bisa dihancurkan. Tempat itu adalah keabadian itu sendiri. Tapi bukan berarti kita tak bisa menyegel pintu masuk yang menghubungkan Rune Midgard dan Asgard," kata Ardelle. "Aku mengerti," jawab Jarred.
Jarred tersadar dari lamunannya. Ia sedang berjalan bersama Jade menuju Prontera. Banyak sekali hal yang ia ketahui, namun tak bisa diceritakan pada teman-temannya, bahkan tidak kepada Carish, kekasihnya sendiri. "Carish, maafkan aku...," pikirnya. "Jade, Cherlia, Sharlean, Carish...dan juga kau Cyriel, apakah kalian sanggup bertahan dalam Ragnarok...?" pikirnya lagi. Ia melihat adanya harapan dalam diri Jade, namun itu bukan berarti Jade dapat mengalahkan Odin. Kemampuannya masih jauh di bawah Odin. "Kuharap kita bukan bertempur untuk sesuatu yang tidak mungkin," katanya dengan suara rendah pada diri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar