Sabtu, November 29, 2008

RO Fanfic 09

Chapter 4: "Second Classes"

"Menyelesaikan tugasnya!?" kata Jade dengan nada meninggi. Jarred menatapnya dengan tatapan dingin. "Apakah ia harus mati demi menyelesaikan tugasnya!?" tanya Jade lagi. Jade merasa darahnya memanas dan amarahnya meningkat. "Jade," kata Cherlia sambil menarik lengan kiri Jade, namun Jade tak memedulikannya. "Hanya itukah satu-satunya cara untuk menyelamatkan Prontera!? Toh pada akhirnya kota itu hancur juga!" kata Jade. Jade tetap tidak mengacuhkan Cherlia yang berusaha menenangkannya. "Jade!!" teriak Sharlean yang kesal melihatnya. Ia segera berjalan ke arahnya dan menamparnya. "Apa kau nggak bisa tenang sedikit!? Kita semua nggak mau kehilangan Ardelle, tapi tak ada pilihan lain!!" kata Sharlean. Jade terdiam menatap Sharlean, kemudian menatap Cherlia. "Sorry...," katanya. "Akhirnya dia tenang juga...," kata Cherlia. Jarred menggenggam tangan Carish yang masih termenung menatap Prontera yang hancur oleh ledakan. "Kita harus pergi," kata Jarred. "Ke mana?" tanya Cyriel yang sudah ingin mengeluarkan suara tapi tidak mendapat kesempatan karena keributan tadi. "Ke tempat untuk menerima perubahan...," kata Jarred. "Perubahan?" tanya Sharlean. "Second Class Job...," kata Jarred. Jade menatapnya terkejut.

"Jade dan Cherlia, kalian hanya perlu menuju ke bagian belakang Prontera. Di sana, istana Prontera belum hancur total. Di sana akan ada kepala Crusader dan pendeta yang akan membantu kalian berdua menjadi Crusader dan Priest. Untuk yang lainnya, aku akan menemani kalian menuju tempat perubahan masing-masing. Pertama-tama, kita akan ke Geffen untuk membantu Sharlean yang akan menjadi Wizard," kata Jarred. "Apa kami sudah layak?" tanya Sharlean. "Kurasa begitu. Selamatnya kalian dari kehancuran di Prontera membuktikan bahwa kalianlah yang akan mengubah sejarah Rune Midgard," kata Jarred. "Tapi semua bisa saja selamat dari ledakan itu," kata Jade. Jarred menggeleng. "Ardelle melakukan ini demi kalian semua...para prajurit dari Rune Midgard," kata Jarred. "Yah, whatever. Jadi sekarang kita harus berpisah?" kata Jade. Jarred mengangguk. "Setelah semua berhasil, pergilah ke Niflheim atau yang sering disebut dengan kota orang mati. Kita akan bertemu kembali di sana," kata Jarred.

***

Jade berjalan bersama Cherlia menuju reruntuhan kota Prontera. Namun kali ini mereka tidak memasuki kota. Mereka berjalan mengitari kota untuk mencapai bagian belakang dari istana Prontera. Sesampainya di sana, mereka bertemu dengan seorang Crusader dan seorang Priest. "Jarred sudah memberitahu kami tentang kalian. Jade sang Swordman, ikuti aku menuju ruang pelatihan istana. Sementara kau, Cherlia sang Acolyte. Ikuti Priest di hadapanmu menuju gereja dan ia akan memberitahumu apa yang harus kau lakukan selanjutnya.

Ruang pelatihan tampak begitu luas, tapi suram. Jade segera melangkah menuju tengah ruangan. "Bersiaplah, Jade," kata sang Crusader. Jade yang mengetahui bahwa ia harus melalui tes fisik segera mengeluarkan pedangnya dan bersiap untuk menghadapi apapun lawannya. Pintu jeruji yang terdapat di sekitar ruangan itu terbuka dan beberapa prajurit berlarian keluar sambil menggenggam pedang mereka. Kemudian, pintu di belakang Jade terkunci, menandakan bahwa ujian telah dimulai. Sang Crusader berdiri di dalam salah satu jeruji yang sudah kembali tertutup, memegang sebuah pedang tipis berwarna keperakan. "Kau harus membuka jeruji tempat aku berlindung dengan menekan tuas di ujung ruangan. Tapi, kau harus bisa melakukannya tanpa melukai para penyerangmu. Kau hanya diizinkan untuk menahan serangan mereka," kata sang Crusader. "Tanpa menyerang satupun!?" kata Jade. "Ya. Satu serangan dan kau dianggap gagal," jawab sang Crusader.

Jade bersusah payah menghindari beberapa serangan yang diarahkan kepadanya. Jika situasi tak memungkinkannya untuk menghindar, ia segera menahan serangan mereka menggunakan pedangnya. Ia terus mengingat-ingat bahwa ia tak boleh melakukan serangan. "Kau harus tenang, Jade," kata sang Crusader. "Pusatkan pikiranmu," katanya. Jade merasakan beberapa pedang menggores tubuhnya. Tak mungkin aku dapat menahan semuanya sekaligus, pikir Jade. Ia berusaha menahan beberapa serangan yang berasal dari depan, namun teteap saja ia tak sanggup menahan semuanya. "Endure!!" teriaknya. Tubuhnya terasa lebih kuat. Ia memfokuskan kekuatannya pada otot-otot tubuhnya agar ia lebih mampu menahan serangan fisik. Ia berlari menerobos kerumunan prajurit berpedang dan berusaha untuk menahan setiap serangan yang diarahkan padanya. Bunyi pedang yang keras terus terdengar seiring dengan melajunya Jade ke arah tuas di ujung ruangan. Tepat sebelum ia menyentuh tuas, ia memukul pedang para prajurit di sekitarnya untuk membuat mereka melangkah mundur. Kemudian, dengn sekuat tenaga ia meraih tuas dan menariknya. Jeruji besi tempat sang Crusader berlinung pelahan-lahan terbuka. Namun, sebelum Jade dapat sampai ke sana, sebuah pedang berhasil menebas punggungnya dan membuatnya terjatuh. Ia kembali berdiri, namun ia sempat terhuyung-huyung selama beberapa saat.

Ia berlari dengan sisa tenaganya sambil menahan serangan para prajurit di sekitarnya dengan mengibas-ngibaskan pedangnya dan segera berhenti di hadapan sang Crusader. Tak disangka, Crusader itu menggunakan pedang yang dipegangnya untuk menyerang Jade. Jade segera menahan serangan itu dan membalas dengan sebuah tebasan yang cukup kuat ke arah baju besi sang Crusader, membuat sang Crusader mundur beberapa langkah dan tersenyum.

"Kau memang sehebat dugaanku," katanya. Ia menyerahkan pedang tipis berwarna keperakan itu pada Jade dan menyuruhnya mengikutinya. "Kau telah layak, Jade," katanya setelah mereka kembali ke lobby istana Prontera. "Sekarang, tutup matamu," katanya lagi. Jade segera menutup matanya. Ia merasakan kekuatan yang besar menyelimuti tubuhnya dan beberapa saat kemudian, ia membuka mata dan melihat sebuah baju besi yang cukup kuat melindungi tubuhnya. "Saatnya kau pergi, Jade sang Crusader. Semua orang mengharapkan kedatanganmu," kata sang Crusader di hadapan Jade. Jade tak mempercayai penglihatannya. Ia berhasil mencapai Class impiannya, Crusader. "Pergilah...temui sahabatmu di gereja. Aku yakin ia akan sangat senang melihatmu," katanya lagi. "Baik. Terima kasih atas bantuannya," kata Jade. "Tidak. Akulah yang harus berterima kasih padamu. Dengan berubahnya kau menjadi seorang Crusader, hal itu menandakan bahwa perkataan Ardelle memang benar. Mungkin kalianlah yang akan mengubah dunia dan mengukir sejarah baru. Mungkin kalianlah ang mampu menyelamatkan dunia dari Ragnarok," kata sang Crusader. "Ragnarok tak bisa dihindari," kata Jade sambil menyarungkan pedang barunya. "Ya, tapi Ragnarok bisa dimenangkan," jawab sang Crusader. Jade tersenyum dan membungkukkan badannya. Setelah itu, ia keluar dari istana dan berjalan menuju gereja yang terletak tidak jauh dari istana. Baju Crusader-nya terasa lebih berat, tapi ia yakin bahwa ia akan segera terbiasa.

"Cherlia, aku datang," bisiknya pada diri sendiri.

Selasa, November 25, 2008

RO Fanfic 08

Suasana di dalam kota tampak begitu berbeda dari saat terakhir kali mereka melihatnya. Banyak bangunan yang sudah hancur dan banyak tubuh-tubuh monster dan para prajurit Prontera. Jade segera berlari menuju pintu gerbang Midgard Academy dan berlari masuk. Di sana, ia melihat Ardelle sedang bertempur dengan seekor monster berbentuk prajurit berbaju besi yang memegang perisai berbentuk salib. Ardelle memberi tanda kepada Jade untuk pergi saat ia melihat Jade dan kawan-kawannya mendekatinya. "Kalian takkan mampu melawannya!" teriak Ardelle. Namun, Jade tidak merasa bahwa ia harus meninggalkan Ardelle yang sedang bertempur. "Kami berenam, kami pasti bisa mengatasinya!" kata Jade. Pedangnya terangkat di atas kepalanya dan segera mengenai tubuh sang prajurit. Makhluk itu menatap ke arah Jade dan mulai mengibaskan perisainya untuk memukul Jade. Jade berusaha mnghindari setiap serangannya, namun gerakan makhluk itu terlalu cepat bagi seorang Swordman seperti dirinya. "Bash!!" teriak Jade sambil memukul tubuh makhluk itu. Serangannya tidak terlalu berpengaruh baginya. "Minggir!!" kata Ardelle. Jade segera melompat menjauh saat Ardelle membacakan mantra yang cukup panjang. Setelah beberapa saat, Ardelle mengangkat kedua tangannya dan menatap kepada makhluk itu. "Lord of Vermillion!!"

Seketika itu juga, sebuah benda yang mirip dengan bola api menghunjam tanah dan menyebabkan beberapa ledakan terjadi secara berturut-turut. Ledakan itu terus terjadi selama beberapa saat dan menyebabkan makhluk itu tidak dapat berpindah dari tempatnya berpijak. Sharlean yang menyadari bahwa tak ada gunanya lagi menyaksikan makhluk itu terkena ledakan-ledakan dari Lord of Vermillion segera berlari bersama Cyriel menuju sisi lain kota. "Kami akan menahan monster-monster yang datang dari arah lain!" kata Sharlean. Mereka berlari menerobos para prajurit yang sedang sibuk mempersiapkan diri untuk bertempur. "Kita harus ke arah mana?" tanya Cyriel. "Sebelah utara istana Prontera!" kata Sharlean. Sharlean segera menggunakan Fire Bolt dan Thunder Storm untuk menghabisi musuh yang menghalangi jalannya menuju istana Prontera.

Istana Prontera tampak sepi, berbeda dengan daerah lain di Prontera. Tampaknya semua penjaga istana sedang sibuk menahan serangan dari sebelah utara kota. Sharlean dan Cyriel segera berlari menembus lorong-lorong di sepanjang istana Prontera yang cukup besar. "Cyriel, apa menurutmu kita akan menang?" tanya Sharlean. "Entahlah, aku tak yakin," jawab Cyriel singkat. Saat mereka membuka pintu gerbang belakang istana, mereka dapat melihat bagian belakang istana telah dipenuhi dengan prajurit dan monster yang sedang bertempur. Tanpa pikir panjang, Sharlean segera berlari dan mengangkat tongkat sihirnya sambil berkonsentrasi. "Napalm Beat!!" teriaknya, mengeluarkan tenaga fisik dari tongkatnya untuk memukul seekor monster di hadapannya. Monster iu berbentuk seperti seekor kalajengking raksasa berkepala manusia. Ekornya tampak tajam dan beracun. Setelah menyadari keberadaan Sharlean dan Cyriel, monster itu segera mengarahkan ekornya ke arah mereka. Sharlean menyentuhkan tongkatnya ke tanah tepat sebelum ekor monster itu menusuknya. "Safety Wall!!"

Ekor monster itu tertahan tepat di depan wajah Sharlean seakan ada dinding sihir yang telah diciptakan. Monster itu berusaha menyerang sekali lagi, namun mantra Safety Wall masih bekerja dengan baik. Sekali lagi, Sharlean mengarahkan tangan kanannya pada sang kalajengking sambil berkonsentrasi. "Frost...Diver!!" teriaknya. Es-es yang berbentuk seperti tombak segera muncul dari tanah dan bergerak menuju monster itu. Monster itu segera membeku terkena Frost Diver yang terus menutupi tubuhnya. Cyriel yang tidak mau kalah segera mengeluarkan segenggam uang dari sakunya. "Mammonite!!!" ia berteriak. Koin-koin itu mengenai monster di hadapannya, tapi tampaknya monster itu tidak merasakan apa-apa. "Biar kuselesaikan...Fire Bolt!!!" teriak Sharlean. Panah api muncul dari udara dan menghunjam beberapa kali ke tubuh besar sang kalajengking dan membuatnya terjatuh.

Sementara itu, Carish sedang mengikuti Ardelle menuju menara bagian atas dari Midgard Academy. "Kurasa tak ada pilihan lain," kata Ardelle. Carish menatapnya dengan penuh simpati. Jarred juga mengikuti mereka, tapi ia tidak mengatakan apapun. Ardelle sang High Wizard terus melangkah menaiki tangga spiral menuju atap menara. Ia menggenggam tongkat sihirnya dengan erat dan masih berwajah serius. Mereka sampai di atap menara yang sangat tinggi. Carish segera berdiri di sebelah kanan Ardelle didampingi Jarred di dekatnya. "Jarred, saat aku melakukannya, kau harus membawa Carish sejauh mungkin dari tempat ini," kata Ardelle. Jarred mengangguk. "Apa yang akan Anda lakukan?" tanya Carish. "Aku akan meminjam kekuatanmu untuk beberapa saat saja. Jika kekuatanku sudah mencukupi, aku akan melakukan hal yang seharusnya kulakukan," jawab Ardelle. Perlahan-lahan, Ardelle melepas genggamannya dari tongkat, namun tongkat itu tidak terjatuh, melainkan melayang perlahan di hadapan Ardelle. "Sihir penghancur tertinggi," kata Ardelle.

Jade, Sharlean, Cherlia, dan Cyriel telah berlari keluar Prontera setelah mengetahui dari Carish bahwa Ardelle akan menggunakan sihir penghancur untuk menyelesaikan pertempuran. Mereka menatap ke arah menara tertinggi di Prontera. "Kuharap mereka tak apa-apa," kata Cyriel.

Jarred telah siap membawa pergi Carish setelah Ardelle selesai membacakan mantra sihirnya. Dalam sekejap, Jarred menarik tubuh Carish tepat setelah Ardelle mengangguk kepadanya. Setelah itu, semua berlangsung begitu cepat. Jarred menggendong Carish dan melompat turun dari menara yang tinggi. Kemampuannya sebagai seorang Assassin memungkinkannya untuk melompat tanpa terluka. Beberapa saat kemudian, terdengar suara ledakan yang sangat besar dari atap menara yang menyebabkan seluruh bangunan itu hancur perlahan-lahan. Ledakan terjadi berkali-kali dan semakin membesar ke seluruh penjuru kota. Jarred berhasil membawa kabur Carish tepat sebelum mereka mendengar Ardelle berteriak keras, "Heart of Oblivion!" dan mengakibatkan semua ledakan besar itu terjadi. Kehancuran memang tak bisa dihindari. Carish meneteskan air mata saat melihat ledakan yang terjadi. Ia membayangkan bahwa kemungkinan Ardelle dapat selamat sangatlah kecil. Ia mempererat pegangannya pada Jarred yng sedang membawanya keluar kota.

"Kenapa ia harus mengorbankan dirinya sendiri?" tanya Carish setelah ia dan Jarred bertemu dengan teman-temannya dan beberapa sisa prajurit dari Rune Midgard. "Ia...hanya menyelesaikan tugasnya," jawab Jarred dengan nada misterius.

Minggu, November 23, 2008

RO Fanfic 07

Malam itu, Jade tidak dapat tidur dengan nyenyak. Bermalam di hutan yang gelap bukanlah hal yang menyenangkan, meskipun ia melakukannya bersama teman-temannya. Ia berdiri dan melihat sekitar. Cherlia sudah menikmati tidurnya, sementara itu ia melihat Jarred sedang duduk di dekat sebuah aliran sungai yang menuju ke tepi sungai tempat ia berbicara dengan Cherlia tadi pagi. Hanya saja, kali ini sungai itu tidak berada di Payon. Jarred sedang menerawang jauh ke arah pepohonan yang seakan tidak ada habisnya.

"Jarred," panggil Jade. Ia tidak begitu mengenal Jarred, namun ia berusaha untuk tidak canggung saat berbicara dengannya. Jarred menatapnya dengan tatapan kosong. "Sedang apa kau di situ?" tanya Jade. "Merenung...," kata Jarred, "tentang sesuatu yang seharusnya kulakukan." Jade tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Jarred, tapi ia tidak ingin membuat Jarred berpikiran bahwa ia ingin tahu urusan orang lain, maka ia memutuskan untuk tidak mengatakan apapun. "Kudengar kau ingin menjadi Crusader...," kata Jarred memulai pembicaraan. Jade mengangguk. "Apa kau tahu tugas seorang Crusader yang sebenarnya?" tanya Jarred. Jade menggeleng. "Aku hanya mengetahui bahwa Crusader bertugas untuk melindungi orang lain. Tapi kurasa tugas seorang Crusader lebih dari itu...," kata Jade. Jarred tersenyum dan mengangguk. "Second Class Job bukanlah sesuatu yang mudah untuk dicapai," kata Jarred. Second Class Job adalah sebutan untuk Class yang sudah cukup tinggi. "Seorang Crusader harus mengetahui apa yang harus ia lakukan sebagai seorang Second Class Job. Bukan hanya sekedar melindungi sesama, tapi memang benar katamu...lebih dari itu," kata Jarred. "You're full of mystery - kau penuh misteri, Jarred," kata Jade. Jarred tertawa kecil.

Jarred mengeluarkan sesuatu dari sakunya, sebuah pedang yang bermata pedang tipis tapi kuat. Leher pedang itu terbuat dari besi murni yang ditempa dengan cukup baik. "Flamberge, pedang yang sangat kuat, namun membutuhkan keberanian untuk menggunakannya. Genggamlah pedang ini," kata Jarred. Jade merasakan dinginnya pegangan pedang saat ia menyentuhnya. Pedang itu terasa berat dan sulit untuk digunakan. "Berat...," kata Jade. "Kau yakin ini pedang satu tangan?" tanya Jade. Jarred mengangguk. "Pedang itu adalah pedang yang hanya bisa digunakan oleh seseorang yang percaya pada dirinya sendiri lebih dari apapun," kata Jarred sambil mengambil pedang itu dari tangan Jade dan menyarungkannya kembali.

"Kenapa aku tak bisa menggunakannya?" tanya Jade. "Kemampuanmu belum cukup untuk memegang pedang ini. Hanya mereka yang memiliki keinginan untuk benar-benar menggunakannya demi diri mereka dan orang lain lah yang dapat menggunakannya. Intinya adalah...kemampuanmu masih jauh dari cukup untuk menjadi seorang Crusader yang dapat menggunakan pedang ini," kata Jarred. "Aku mengerti, aku akan berlatih agar menjadi lebih kuat," kata Jade. "Ingat, Jade, bukan hanya kekuatan fisik yang menentukan kuatnya seseorang," kata Jarred.

Jade kembali ke tendanya dan memejamkan mata. Ia bermimpi aneh malam itu. Ia melihat seorang laki-laki berpakaian Crusader membawa pedang Flamberge ke arahnya.

"Kau lemah, Jade," kata laki-laki itu.

"Siapa kau?" tanya Jade.

"Dirimu yang lain," jawabnya.

Laki-laki itu mengarahkan Flamberge-nya ke arah Jade dan berjalan mendekatinya. "Apa kau akan melarikan diri, Jade?" tanyanya. Jade menggelengkan kepalanya. Ia memegang pedangnya dengan erat sambil bersiap menyerang ataupun bertahan. Crusader itu mengangkat pedangnya dan menebas dua kali membentuk salib putih di udara. "Holy Cross!" katanya. Tebasan itu mengenai Jade dan membuatnya jatuh. "Sudah kukatakan, kau lemah, Jade," kata laki-laki berpakaian Crusader itu. Jade menahan serangan berikutnya, tapi tenaganya terasa begitu besar sehingga tangannya terasa keram setelah menahan pedang laki-laki itu selama beberapa saat. Jade berusaha menghindar dan mengayunkan pedangnya ke perut laki-laki itu, namun sebelum ia berhasil melukainya, laki-laki itu menggunakan Holy Cross-nya sekali lagi yang membuat Jade berteriak kesakitan dan terbangun dari mimpinya yang aneh.

"Jade, Jade," panggil Cherlia yang sedang duduk di hadapannya.

Jade mengedip-ngedipkan matanya selama beberapa saat dan penglihatannya semakin jelas. Hari sudah pagi, ia dapat mengetahuinya dari sinar matahari yang cukup menyilaukan dari sebelah timur. "Mimpi...," katanya. Ia berdiri dan menatap Cherlia. "Kau tak apa-apa?" tanya Cherlia. "Ya, hanya mimpi buruk," kata Jade. Hanya mimpi buruk, kurasa, pikir Jade. Ia tetap tak bisa melupakan sosok Crusader yang dilihatnya. Crusader itu mengatakan bahwa ia adalah diri Jade yang lain, apakah itu berarti ia telah melihat dirinya sendiri di masa depan? Mustahil...pikir Jade. Ia berusaha melupakan sosok Crusader berpakaian tebal itu dan melanjutkan perjalanan. Jalan keluar dari hutan Payon sudah terlihat dan udara terasa lebih segar dari sebelumnya. Di hadapan mereka terhampat padang rumput yang hijau dan subur, menandakan mereka telah memasuki daerah sekitar hutan Prontera. "Jangan bengong!" kata Sharlean sambil menyikut pinggang Jade. "Eh...oh, ya," kata Jade. Cherlia berjalan mendahuluinya dan berhenti setelah beberapa saat. "Ada apa?" tanya Jade.

Cherlia menatap ke arahnya dengan pandangan cemas. "Apa kalian yakin ingin menuju ke Prontera?" tanya Cherlia. "Ya, memang kenapa?" tanya Jade. Cherlia menunjuk ke arah kota yang sudah tampak berbeda dari sebelumnya. Dinding kota telah runtuh dan beberapa monster tampak berkeliaran di sekitar pintu masuk Prontera. "Apa...yang terjadi?" kata Jade. "Tampaknya Odin mulai bergerak," kata Jarred. "Odin?" kata Jade. "Dewa dari Valhalla. Ia berencana untuk menghukum umat manusia secara pelahan sebelum ia melakukan serangan yang sebenarnya," jawab Jarred. "Kau tahu tentang hal ini!?" tanya Sharlean. Jarred mengangguk. Sementara itu, Cyriel sedang ternganga melihat kondisi kota Prontera yang tampak mengerikan. Banyak tubuh-tubuh tak bernyawa tergeletak di depan gerbang masuk Prontera. "Kurasa masih ada harapan," kata Jade, "Midgard Academy takkan menyerah begitu saja. Kita harus masuk melalui dinding timur dan membantu bertempur!"

Jade segera berlari menuju dinding kota sebelah timur. Sesuai dugaannya, pintu sebelah timur masih aman untuk dilalui. Tak ada seekorpun monster yang terlihat kecuali Poring dan Lunatic, yang merupakan monster umum di daerah itu. "Ayo, kita akan ikut bertempur bersama Midgard Academy!!" kata Jade sambil menghunuskan pedangnya dan berlari masuk menuju Prontera diikuti dengan semua temannya.

Sabtu, November 22, 2008

RO Fanfic 06

Chapter 3: "Cyriel"

Jade sedang berjalan bersama Cherlia, Sharlean, dan Carish di sepanjang jalan kecil di kota Payon. Mereka cukup menikmati keadaan sekitar meskipun perang baru saja berakhir. Beberapa orang pedagang menjajakan barang dagangannya. Jade yang tampak tertarik dengan sebuah pedang yang bermata pedang berwarna kebiruan segera menanyakan harga pedang itu. "50.000 zeny, mahal amat," katanya. "Yah, memang begitu dari sananya," jawab si pedagang. Pedagang itu merupakan seorang gadis seusia mereka. Gadis itu berambut panjang berwarna kecoklatan. Raut wajahnya tampak begitu ceria.

"Cyriel!" panggil seorang pedagang lainnya. Pedagang, atau yang sering disebut sebagai Merchant, yang sedang berada di hadapan Jade segera berdiri dan menatap ke arah orang yang memanggilnya. Orang itu memberikan sebuah kode yang tidak begitu dimengerti oleh Jade. "Jadi, mau beli apa nggak?" tanya Cyriel sambil kembali menatap Jade dan yang lainnya. "Nggak jadi deh, terlalu mahal," kata Jade. "Pedang ini terbuat dari besi tempa terbaik lho. Kau takkan menemukannya di mana-mana selain di Payon," kata Cyriel. Jade tidak mengacuhkannya. "Baiklah, kuturunkan harganya menjadi 25.000 zeny," kata Cyriel. "Hmm...baiklah, tapi ini benar-benar pedang yang langka?" tanya Jade. "Yap," jawab Cyriel riang. Setelah menerima uang, Cyriel segera menutup tokonya dan pergi meninggalkan mereka. Beberapa saat kemudian, Jarred datang menghampiri mereka. "Kau membeli pedang baru?" tanyanya. "Ya, seharga 25.000 zeny. Cukup murah kan?" tanya Jade. Jarred memperhatikan pedang biru di tangan Jade dengan seksama. "Terlalu mahal untuk sebuah Blade biasa," komentarnya. "Tapi katanya ini pedang khusus," kata Jade. "Kurasa kau ditipu. Ini pedang biasa yang sering dijumpai di Prontera dengan harga kurang dari 5.000 zeny, kurasa...," kata Jarred. Jade ternganga. "Hah!!??" katanya. Ia segera memutuskan untuk mengejar Cyriel yang masih tampak berlari di belakang mereka. "Hey, kau!! Tunggu!!" teriak Jade. Ia segera berlari menerobos kerumunan orang banyak sambil berusaha menghindari tabrakan dengan orang lain.

Cyriel memilih rute yang sulit untuk diikuti. Ia berlari melalui jalan yang banyak tikungan dan banyak pedagang melintas di jalan itu sehingga Jade harus berhati-hati agar tidak merusak barang dagangan mereka. Jade segera melakukan lompatan ke atas salah satu atap rumah yang cukup rendah dan melanjutkan pengejaran. Jarred pun mengikutinya dari belakang. Tentu saja, seorang Assassin lebih ahli dalam urusan lompat-melompat, namun Jade tak ingin melepaskan Cyriel begitu saja. Jade segera melompat ke atas atap lainnya tanpa terjatuh dan berusaha menghindari rintangan lainnya seperti papan-papan bekas bangunan yang diletakkan di atas atap. Saat ia menyadari bahwa Cyriel berada tepat di jalanan di bawahnya, Jade segera melompat ke depan Cyriel. Tepat sebelum menyentuh tanah, ia mengeluarkan pedang birunya dan berteriak, "Magnum Break!!"

Ledakan yang terjadi kemudian menghantam Cyriel dan membuatnya terjatuh. Ia hanya menerima luka kecil, namun sudah cukup untuk membuatnya terjatuh karena tekanan dari ledakan itu. Tanpa pikir panjang Jade segera mengarahkan Blade-nya kepada wajah Cyriel yang tampak ceria. "Menyerah juga akhirnya...," kata Jade. "Nah, kembalikan uangku," kata Jade. "Tidak. Kau telah membelinya dariku. Jadi tak ada pengembalian uang," kata Cyriel kesal. Jade yang merasa dirugikan segera mendekatkan pedangnya ke wajah Cyriel. "Baiklah, ini," kata Cyriel yang tampak gugup karena wajahnya dipertemukan dengan ujung pedang yang berkilau biru. Ia segera mengembalikan sebagian uang Jade. "Karena aku sudah mengembalikan uangmu, aku ada satu permintaan," kata Cyriel. "Apa lagi sekarang?" tanya Jade. "Belum pernah aku melihat Swordman yang selincah dirimu, jadi aku ingin ikut dalam petualanganmu," kata Cyriel. "Petualangan? Aku bukan pengembara. Aku hanya ingin kembali ke Prontera," kata Jade. "Ya, aku akan ikut ke Prontera. Kurasa di sana aku akan mendapat banyak pelanggan," kata Cyriel. "Yah, mungkin. Tapi kau harus berjanji takkan menipu lagi," kata Jade sambil menyarungkan pedangnya. Cyriel mengangguk.

Jade mempertemukan Cyriel dengan Sharlean, Carish, dan Cherlia. Mereka tidak keberatan Cyriel ikut dalam perjalanan mereka. "Tapi kami tidak berjanji akan melakukan perjalanan yang menarik setelah kami tiba di Prontera. Ingat kami hanya ingin kembali ke kota asal kami," kata Jade. "Ya, tapi kurasa petualanganlah yang akan menemukan kalian. Aku dapat merasakannya dari dirimu...mmm...Jade," kata Cyriel. "Terserahlah...," kata Jade. Jarred tak berkomentar apa-apa. Ia mengetahui tentang apa yang tidak diketahui Jade, yaitu tujuan didirikannya Midgard Academy. "Waktunya akan tiba," gumamnya. Ardelle telah memberitahunya segala sesuatu tentang Odin dan Valhalla. Ia merasa pertempuran yang tak terhindarkan akan terjadi dalam waktu dekat ini. "Ayo kita berangkat," Jarred mendengar Jade berteriak. Ia teringat kembali kepada kata-kata Ardelle sebelum ia lulus dulu.

"Jarred," panggil Ardelle.

"Ya, ada apa?" kata Jarred.

"Kau tahu, untuk apa sekolah ini didirikan?" kata Ardelle tersenyum. Jarred menggeleng. "Perang besar...," jawab Ardelle. "Aku tak mengerti maksud Anda," kata Jarred. "Bertahun-tahun yang lalu, telah diramalkan bahwa para dewa dari Valhalla akan melakukan serangan untuk menghukum umat manusia yang dianggap pendosa. Ia mengatakan bahwa perang itulah yang akan mengubah sejarah dunia. Apakah manusia atau dewa yang akan menang, kita sendiri yang menentukan. Aku mendirikan sekolah ini dalam rangka mempersiapkan murid-murid untuk berperang mempertahankan tanah Rune Midgard," kata Ardelle.

"Aku telah mendengar ramalan itu sebelumnya. Ragnarok...," kata Jarred.

"Ya, Ragnarok. Kata itulah yang digunakan oleh peramal beberapa tahun yang lalu untuk menggambarkan keagungannya. Perang suci Ragnarok...," kata Ardelle.

"Aku tak menyangka...Anda melakukan semua ini demi Ragnarok?" kata Jarred. Ardelle tidak menjawab. Ia hanya meneguk teh dari cangkir di meja kerjanya. "Ragnarok takkan bisa dihindari," kata Ardelle setelah ia membisu selama beberapa saat. "Anda sama saja mengirimkan murid ke misi bunuh diri!" kata Jarred. "Ya, mungkin saja. Tapi apakah 'misi bunuh diri' yang kau maksud takkan terjadi apabila aku tidak mendirikan sekolah ini? Odin akan menghancurkan semua manusia, tanpa kecuali," katanya. "Bahkan kau, Jarred, takkan bisa menghindari Ragnarok," ia menambahkan. Jarred tampak membeku. Ia tidak dapat berkata-kata lagi. Ia ingin memprotes, tapi ia tahu bahwa kata-katanya takkan ada gunanya. Apa yang dikatakan Ardelle memang benar. Ragnarok-lah yang akan mengakhiri dan memulai segalanya. Ragnarok pula yang akan membawa Oblivion (kehancuran) bagi dua dunia: Rune Midgard, tempat manusia tinggal, dan Asgard, tempat para dewa tinggal yang dipimpin oleh Odin di istana Valhalla. "Semua akan berakhir jika kita tak berbuat apa-apa," kata Ardelle seakan mengerti raut wajah Jarred.

"Namun ada harapan. Jika kita bisa melatih para murid untuk menjadi petarung yang kuat, mereka mungkin dapat mempertahankan Rune Midgard, bahkan Asgard sekalipun," kata Ardelle. "Maksud Anda, kita harus melawan para dewa tanpa menghancurkan Asgard?" tanya Jarred. Ardelle menggeleng. "Asgard takkan bisa dihancurkan. Tempat itu adalah keabadian itu sendiri. Tapi bukan berarti kita tak bisa menyegel pintu masuk yang menghubungkan Rune Midgard dan Asgard," kata Ardelle. "Aku mengerti," jawab Jarred.

Jarred tersadar dari lamunannya. Ia sedang berjalan bersama Jade menuju Prontera. Banyak sekali hal yang ia ketahui, namun tak bisa diceritakan pada teman-temannya, bahkan tidak kepada Carish, kekasihnya sendiri. "Carish, maafkan aku...," pikirnya. "Jade, Cherlia, Sharlean, Carish...dan juga kau Cyriel, apakah kalian sanggup bertahan dalam Ragnarok...?" pikirnya lagi. Ia melihat adanya harapan dalam diri Jade, namun itu bukan berarti Jade dapat mengalahkan Odin. Kemampuannya masih jauh di bawah Odin. "Kuharap kita bukan bertempur untuk sesuatu yang tidak mungkin," katanya dengan suara rendah pada diri sendiri.

Jumat, November 21, 2008

RO Fanfic 05

Lolongan serigala mulai terdengar mendekat, membuat siapapun yang mendengarnya menjadi waspada. Jade dan Cherlia berdiri saling membelakangi untuk mengantisipasi jika terjadi serangan mendadak. Mereka cukup yakin akan dapat memenangkan pertempuran ini. "Toh mereka hanya serigala," pikir Jade. Jade melihat Rehyas menunjuk ke salah satu sudut di mana terdapat beberapa pasang mata yang menyala kekuningan. Tanpa pikir panjang, Jade segera berlari ke arah kedua mata itu dan menusukkan pedangnya tepat di antara kedua mata itu. Saat itu juga terdengar suara erangan serigala yang kesakitan. Itu pun merupakan tanda bahwa pertempuran telah dimulai. Jade bergerak cepat, ia mengibaskan pedangnya ke serigala lain yang sedang terdiam di dekatnya. Kemudian, ia mulai menggunakan Bash untuk menghabisinya.

"Increase Agility!" Cherlia berteriak. Suaranya tidak terlalu jelas di tengah-tengah pertempuran. Jade hanya tersenyum dan mengangguk padanya. Gerakan Jade telah bertambah cepat. Kakinya terasa begitu ringan dan lincah. Jade menunggu salah satu serigala mendekat dan segera menebasnya dengan pukulan keras. Serigala itu segera terjatuh dan menyusul serigala lainnya menjadi korban tebasan Jade. Meskipun Jade sudah semakin kuat daripada sebelumnya, beberapa ekor serigala berhasil menyerang Jade dengan giginya yang tajam. Jade merasa sedikit nyeri di bagian kaki dan punggung yang disebabkan oleh gigitan beberapa ekor serigala. "Cherlia, mundur!!" kata Jade. Cherlia segera melompat mundur dan meng-cast Heal pada Jade. Jade memanfaatkan kesempatan itu untuk menusukkan pedangnya ke tanah dan mengeluarkan ledakan Magnum Break-nya. Beberapa serigala di sekitarnya mulai terbakar oleh api ledakan Magnum Break. Beberapa orang Archer pun ikut membantunya dan mulai memanah serigala-serigala yang masih bertahan dari serangan Magnum Break milik Jade.


Cherlia berusaha membantu Jade bergerak dari tengah hujan panah yang menghujani para serigala itu. "Sebelah sini kita serahkan pada Rehyas," kata Jade. Mereka melihat Rehyas yang sedang membidik seekor serigala dan memanahnya tepat di kepalanya. "Nice shot...," komentar Jade. Jade dan Cherlia segera berlari menuju pintu masuk kota Payon dan menunggu serangan. Mereka melihat beberapa serigala masih berkeliaran di sekitar pintu barat dan timur Payon, namun pintu masuknya malah lebih aman. Mungkin para serigala menghindari jalan utama ke kota Payon. Tapi, masih ada juga sebagian kecil serigala yang 'nekat' mendekati pintu masuk utama, yang berakibat tertebasnya tubuh mereka. "Bash!!" teriak Jade saat seekor serigala melompat ke arahnya. Serigala itu terkena Bash tepat di perutnya.

Serigala yang berusaha masuk melalui pintu utama semakin banyak. Jade mulai merasa kesulitan menghadapi serbuan para serigala. "Jade, kau tak apa-apa?" tanya Cherlia. "Yah," jawab Jade. Meskipun ia mengatakan bahwa ia tak apa-apa, jelas terlihat bahwa tubuhnya sudah basah oleh keringat. "Kayaknya cape banget ya?" kata Cherlia. "Nggak kok. Belum seberapa," jawab Jade. Ia tidak ingin kabur dari pertempuran; tidak di hadapan Cherlia. Ia terus mengibaskan pedangnya tanpa arah dan membunuh beberapa ekor serigala. Namun, sekeras apapun ia berusaha, tenaganya tetaplah terbatas. Pertahanannya mulai menurun dan beberapa serigala mulai mengerumuni dan menggigit dan mencakarnya. Saat itulah dua orang gadis menampakkan diri dari kegelapan malam dan mengeluarkan dua buah sihir Thunder Storm yang mengenai para serigala di sekitar Jade (termasuk Jade sendiri). Kemudian seorang Assassin berwajah cool melompat ke arah seekor serigala yang masih sadarkan diri dan menebasnya menggunakan Katar-nya.

"Sharlean!? Carish!? Jarred!?" kata Jade sambil berusaha berdiri dengan menggunakan pedangnya sebagai penopang. Carish nyengir saat bertemu dengannya. "Gue cari ke mana-mana, eh, dia di sini lagi asyik sama Cherlia," kata Sharlean. "Hey, siapa yang 'lagi asyik'??" kata Jade. "Nggak lihat di sini lagi perang kecil-kecilan!?" kata Jade. "Whatever lah...tapi kita boleh dong ikut bertempur? Nggak ada salahnya kan tambah tiga orang lagi?" kata Sharlean. Jade mengangguk. Sharlean segera mengeluarkan Fire Bolt untuk menghajar seekor serigala di belakang Jade menggunakan api yang dilemparkan secara bertubi-tubi. "Eh, tapi Thunder Bolt kalian berdua sakit juga ya...?" kata Jade yang agak tersinggung karena baru saja terkena Thunder Bolt. Sharlean tertawa dan menggunakan Thunder Bolt ke arah Jade sekali lagi. "Jangan!" kata Jade sambil melompat menghindari sambaran petir. Jade segera memilih untuk berlari ke arah beberapa serigala di sisi lain kota daripada terkena sambaran petir dari Lightning Bolt atau Thunder Storm milik Sharlean.

Jade melihat keadaan sekitar setelah pertempuran berakhir. Payon yang sebelumnya merupakan kota yang damai telah berubah hanya dalam satu malam. Mereka memang sudah memenangkan pertempuran, tapi korban yang jatuh tidaklah sedikit. Cherlia segera melakukan upacara pemakaman (berhubung ia seorang Acolyte, yang berarti adalah calon Priest). Setelah upacara selesai, Jade segera menghampiri Cherlia. Ia duduk di sebelahnya dengan wajah muram. "C, ada yang ingin kubicarakan," kata Jade. Wajahnya tampak begitu serius. Cherlia yang menatapnya tampak cemas. "Apa ada masalah?" tanyanya. Mereka segera berjalan menuju sungai kecil yang mengalir di sebelah barat kota Payon. Suasana tampak begitu indah dan tenang di tempat itu. Tak ada mayat prajurit ataupun serigala yang tergeletak di tanah. Jade terdiam selama beberapa saat.

"Maaf," katanya singkat.

"Untuk apa?" tanya Cherlia yang juga kebingungan.

"Aku tak bisa melindungimu saat pertempuran kemarin malam. Malah aku yang kesulitan melawan serigala sebanyak itu," kata Jade. "Nggak usah dipikirin lah. Melawan serigala sebanyak itu kan memang susah," kata Cherlia berusaha menghibur Jade. "Tapi aku telah berjanji untuk melindungimu, makanya kubilang kau jangan jauh-jauh dariku," kata Jade. Cherlia tersenyum dan menepuk bahu Jade. "Dasar...," katanya. "Gue serius nih...," kata Jade. "Jadi orang jangan terlalu serius begitu. Nanti nggak ada yang suka lho," kata Cherlia. "Eh? Maksudnya?" kata Jade. "Ya, gitu deh," balas Cherlia. "Hey, jangan ngomong yang aneh-aneh ya," kata Jade. "Nah, kalau lebih santai begitu kan enak," kata Cherlia tersenyum manis. Jade hanya bengong saat menatapnya. "Ya udah, balik yuk," kata Jade.

***

Sementara itu, pasukan Valkyrie milik Odin sudah siap untuk bertempur. Mereka hanya tinggal menunggu perintah dari Odin sendiri. "Ascrath sang Lord Knight, Altrinna sang Soul Linker, Eldrigo sang Taekwon Master, Dellia sang Sniper, Raine sang Gypsy, Ascalard sang High Priest, Arsean sang Gunslinger, dan Fionelle sang Ninja," kata Odin menyebutkan nama-nama delapan orang Valkyrie kepercayaannya. "The Eight Valkyries of Valhalla - Delapan Valkyrie dari Valhalla, kalian tidak boleh mengecewakanku. Beberapa hari lagi kita akan berangkat bersama dengan para pasukan kita," kata Odin. Delapan orang yang disebut dengan Eight Valkyries of Valhalla berlutut dan memberi hormat. Setelah Odin mempersilakan mereka untuk meninggalkan ruangan, mereka segera berjalan perlahan meninggalkan kamar tempat Odin duduk di atas takhtanya.

"Sebentar lagi, gerbang menuju dunia yang baru akan terbuka," kata iblis Baphomet yang sedang bersembunyi di salah satu pilar di ruangan itu. "Ya, dan saat gerbang dibuka, para pendosa itu akan menerima hukuman mereka," balas Odin. "Ya, Tuanku Odin," jawab Baphomet dengan nada hormat. Odin sadar, Baphomet bukanlah iblis yang dapat dipercaya. Ia sudah memiliki rencana sendiri untuk Baphomet. Ia pun sadar bahwa penghormatan yang diberikan Baphomet kepadanya hanya merupakan topeng belaka untuk menutupi diri sang iblis yang sebenarnya.

Rabu, November 19, 2008

RO Fanfic 04

"Eh, ngomong-ngomong, gimana kabar si Jarred?" tanya Sharlean. "Baik-baik aja. Hmm...udah jam segini si Jade belum pulang juga," kata Carish. Mereka memesan dua gelas minuman dan menunggu. Sementara itu Sharlean terus memperhatikan jam yang tergantung di dinding dekat mereka. Sharlean segera meneguk minumannya sesaat setelah minuman itu sampai. Kemudian, mereka membayar dan keluar dari kafe. "Kalau dia balik gue Thunder Storm nanti," kata Sharlean agak kesal.

Malam semakin larut dan Jade ataupun Cherlia tidak tampak. Sharlean dan Carish memutuskan untuk mencarinya di sekitar hutan Prontera. Namun, mereka hanya bertemu dengan dua orang yang telah menyerang Jade sebelumnya, Shera dan Assassin partnernya. "Hmm...dua orang mangsa lagi," kata Shera tersenyum. Sharlean yang sudah waspada dengan kehadiran mereka segera mengeluarkan tongkat sihirnya dan menggenggamnya erat-erat. Tongkat sihir seorang Mage dapat digunakan untuk menahan serangan fisik meskipun tongkat itu terlihat rapuh karena sebenarnya tongkat itu telah dilapisi oleh mantra sihir yang cukup rumit. "Apa mau kalian?" tanya Sharlean. "Yah, tadi siang kami gagal menghabisi dua orang anak seumuran kalian, jadi sekarang kami hanya ingin memuaskan diri kami dengan membunuh kalian," kata Shera tersenyum licik. Tanpa pikir panjang, Sharlean pun menggunakan Lightning Bolt-nya untuk menyerang Shera, namun Shera adalah seorang Stalker sehingga serangan itu dapat dihindarinya dengan mudah. "Stone Curse!" kata Carish, menggunakan sihir pembatuan. Tubuh Shera mulai diselimuti batu-batu yang membuatnya sulit bergerak. "Sekarang!!" katanya. Sharlean segera mengarahkan tongkat sihirnya pada Shera dan berkonsentrasi. "Thunder Storm!!" katanya. Kilatan petir muncul dari langit dan menghajar Shera beberapa kali. Namun, pertempuran belum selesai. Sang Assassin yang merupakan partner Shera telah melesat ke arah Carish dan memukulnya beberapa kali. Serangan dan gerakannya begitu cepat sehingga Sharlean tidak dapat mengarahkan Thunder Storm padanya. Carish berhasil melompat menghindari serangan selanjutnya, namun tubuhnya telah terluka cukup parah.

Saat itu, seorang Assassin lain sedang mengamati mereka dan mempersiapkan senjatanya. Ia berjalan layaknya sebuah bayangan di kegelapan malam. Ia menatap Carish yang sedang berusaha keras menghindari serangan sang Assassin yang menyerangnya. "Ceroboh seperti biasa...," kata Assassin yang sedang memperhatikan mereka. Tepat sebelum Carish tertusuk oleh Katar sang Assassin, Assassin yang sedang bersembunyi di bayangan itu melompat keluar dan mempererat pegangannya pada Katar miliknya. "Sonic Blow!!"

"Jarred!? Sedang apa kau di sini?" tanya Carish.

"Mengawasi kalian. Ternyata dugaanku benar, hutan tidak aman pada saat malam hari, sekalipun ini hutan Prontera," kata Assassin yang bernama Jarred itu. Sharlean menyenggol pinggang Carish. "Dia khawatir...," katanya. Carish hanya tersenyum. "Thanks ya...," jawab Carish singkat. Sesaat kemudian, mereka baru menyadari bahwa Jarred telah berhasil menebas Assassin itu tepat pada lehernya sehingga sang Assassin yang menyerang mereka tergeletak tak bernyawa di depan mereka. Jarred yang mengetahui bahwa Shera masih terjebak di antara batu-batu sihir, segera mengarahkan Katar nya pada wajah Shera. "Jika kau menyentuhnya...kau akan tahu akibatnya," katanya dengan wajah serius. Shera tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan. Stalker adalah seseorang yang tidak mengenal rasa takut, namun mereka hanya dapat menyerang dari belakang, bukan secara frontal. Jadi, sekalipun ia dapat meloloskan diri dari bebatuan di sekitar kakinya, ia tidak akan berdaya menghadapi Jarred yang sedang mengarahkan dua buah Katar ke arah wajahnya.

Jarred mengikuti Sharlean dan Carish memasuki kota Prontera. Mereka merasa perlu menceritakan tentang hilangnya Jade kepada Jarred. Sharlean tidak terbiasa berbicara pada Jarred, maka ia menyuruh Carish yang menceritakannya dari awal. Saat mendengarkan cerita Carish, Jarred hanya mengangguk-angguk tanda mengerti. "Jika kau berbicara tentang hilangnya temanmu, mungkin mereka tersesat ke hutan Payon. Aku mendengar tentang dua orang yang seumuran kalian yang melawan Wolf di hutan Payon. Saat ini mereka sedang berada di kota Payon itu sendiri," kata Jarred. "Kok bisa tau secepat itu?" tanya Sharlean. "Yah, Guildku memiliki banyak cabang di sekitar Prontera dan Payon, jadi informasi tentang keadaan di sekitar Payon bukanlah sesuatu yang sulit untuk didapatkan," jawab Jarred tersenyum. Guild adalah sebuah kelompok yang diikuti oleh orang-orang yang berkemampuan cukup tinggi. Biasanya, Guild yang cukup terkenal memiliki lebih dari satu cabang di Rune Midgard. "Jadi kita ke Payon sekarang?" tanya Carish. "Yap. Apapun yang terjadi, kita harus menemukan mereka," kata Sharlean. "Jangan malam ini. Payon akan berperang melawan gerombolan serigala yang menyerang kota. Tidak akan aman untuk kalian jika datang malam ini," kata Jarred. "Thanks buat peringatannya, tapi kurasa kita harus bergerak cepat. Kalau perlu, kita akan ikut serta di dalam pertempuran di Payon," kata Sharlean.

Sementara itu, Jade dan Cherlia sedang duduk di depan toko senjata di Payon sambil menunggu datangnya para serigala. "Kau siap?" tanya Jade. "Ya," jawab Cherlia. Para Swordman dan Archer dari Payon sudah mempersiapkan diri. Beberapa Crusader juga berdiri pada garis depan. "Jangan khawatir, aku akan mendukungmu," kata Rehyas sambil menepuk bahu Jade. Jade hanya mengangguk dan tersenyum kecil. Ia sama sekali tidak mengkhawatirkan dirinya, ia mengkhawatirkan Cherlia. Cherlia adalah seorang Acolyte, berarti ia tidak sanggup bertempur sendiri. Jika Jade terlalu jauh darinya, besar kemungkinan ia akan terluka. Tidak, aku pasti bisa melindunginya, pikir Jade. Pegangannya terhadap pedang semakin erat. Ia tahu bahwa ini adalah pertempuran yang sebenarnya, tapi ia tidak boleh merasa ragu. "Akan kutunjukkan hasil latihanku selama ini," kata Jade. Cherlia hanya mengangguk. Kelihatannya ia juga mengkhawatirkan hal yang sama.

RO Fanfic 03

Hutan itu begitu gelap dan tertutup oleh pepohonan yang cukup rendah. Udaranya cukup segar, tapi tetap saja Jade merasakan ada yang sedang mengawasi mereka. Cherlia terus mengikuti Jade sambil menggenggam Mace-nya dan bersiap menyerang jika terjadi sesuatu. Pedang Jade tergenggam erat di tangannya dan pegangan pedangnya mulai basah oleh keringat dari tangan Jade. Jade sendiri berusaha memfokuskan matanya dan menyesuaikan dalam kegelapan yang semakin menjadi. Ia sering mendengar bahwa hutan lebih berbahaya di malam hari. Saat itu, ia mendengar suara lolongan serigala dari kejauhan. Kemudian ia mendengar beberapa langkah kaki. Seseorang? Ataukah sesuatu? Apapun itu, Jade tidak berani mengambil resiko untuk meninggalkan Cherlia dan memeriksa suara itu. Ia tidak ingin membahayakan Cherlia.

"Masih kuat jalan?" tanya Jade. "Yah...mungkin," katanya. Ia tampak berkeringat dan lelah. "Sini, naik ke punggungku. Biar aku yang menggendongmu untuk sementara," kata Jade. Cherlia menggelengkan kepalanya. "Nggak usah. Aku bisa jalan sendiri kok," katanya. Tiba-tiba ia terantuk sesuatu dan terjatuh. "Tuh kan, apa kubilang, lebih baik kau kugendong sampai keluar dari hutan ini," kata Jade. "Iya deh...sorry ya," balas Cherlia. "Nggak apa-apa kok," jawab Jade sambil tersenyum. Jade segera menyarungkan pedangnya dan menggendong Cherlia di punggungnya. Kemudian, ia melanjutkan berjalan menuju kegelapan hutan. Sekali lagi, ia mendengar suara lolongan serigala...semakin dekat. Langkah kaki yang didengarnya pun masih dapat terdengar semakin jelas. "Cherlia, gunakan Increase Agility!" kata Jade. Cherlia segera menggunakan sihir penambah kecepatan gerak miliknya dan Jade pun mulai berjalan dengan lebih cepat. Namun, sesuatu membuat Jade berhenti. Ia terkejut dengan beberapa mata kekuningan di hadapannya. Mata-mata itu adalah milik makhluk berkaki empat yang disebut dengan Wolf. Bentuknya persis dengan serigala pada umumnya, namun, Wolf di Rune Midgard lebih agresif dan selalu menyerang secara berkelompok.

"Feeling gue nggak enak nih...," kata Jade. Ia menurunkan Cherlia dan mengeluarkan pedangnya. Sebelum para serigala melihat Cherlia, Jade segera berteriak keras agar para serigala terpancing untuk menyerangnya. Ia berhasil menebas mati satu ekor serigala, namun masih tersisa sekitar empat belas serigala lainnya. Bagi seorang Swordman sepertinya, diserang oleh geombolan serigala bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Apalagi saat ia harus melindungi seseorang. Jade segera mengibaskan pedang di tangannya saat dua ekor serigala melesat ke arahnya. Hanya satu ekor yang berhasil ditebasnya, itu pun hanya sedikit melukainya. Serigala lainnya mulai mendekati dan menggigiti kakinya. "Heal!!" teriak Cherlia. Luka Jade membaik sedikit, namun mantra Heal tidak begitu berguna saat diserang oleh sepasukan serigala lapar. Beberapa saat kemudian, seekor serigala berhasil menggigit lengan kanan Jade dan membuatnya menjatuhkan pedangnya. "Sial!!" katanya sambil menendang salah satu serigala di dekatnya. Ia segera berguling dan mengambil pedangnya yang tergeletak di tanah dan menggunakan Magnum Break miliknya untuk meledakkan serigala yang berdekatan dengannya. Beberapa lama kemudian, datang sepasukan serigala lainnya. Tampaknya mereka bukan datang dengan bantuan, pikir Jade. Ia terus menebas serigala di sekitarnya tanpa pandang bulu. "Angelus!" teriak Cherlia, menggunakan sihir untuk meningkatkan daya tahan tubuh Jade. "Blessing!" teriaknya lagi, mengeluarkan sihir untuk meningkatkan serangan dan ketepatan serangan fisik. "Bagus, dengan ini akan jadi lebih mudah," kata Jade, menebas salah satu serigala dengan Bash-nya yang cukup kuat.

Setelah para serigala itu pergi, Cherlia mulai menggunakan Heal pada Jade. Lukanya cukup parah. "Kita sebaiknya istirahat dulu sekarang," kata Cherlia. Jade mengangguk. Ia menancapkan pedangnya ke tanah dan mulai merebahkan dirinya di tanah. "Keras ya...," kata Jade. "Iya lah, kalau nggak keras namanya kasur, bukan tanah," kata Cherlia tertawa. Jade ikut tersenyum. "Sharlean lagi ngapain ya?" kata Cherlia lagi. "Entahlah," jawab Jade.

"Hey, C," kata Jade tiba-tiba memecahkan keheningan malam. "Hmm?" kata Cherlia. Jade menatapnya selama beberapa saat. "Kamu kan capek banget, jadi tidur duluan aja," kata Jade. "Iya deh, tapi kamu juga jangan lupa tidur ya," katanya. Jade mengangguk. Selama beberapa saat, ia terus memikirkan banyak hal, mulai dari Cherlia, Sharlean, Prontera, dan hal-hal lainnya. Ia ingin kembali ke Prontera untuk bertemu dengan teman-temannya, namun hal itu tampaknya masih memerlukan waktu lama. Untunglah mereka sedang dalam masa liburan sekolah, jadi tidak akan jadi masalah kalau mereka berada di hutan itu selama beberapa hari. Tiba-tiba sesuatu menyadarkannya dari lamunannya. Seorang Archer telah membidiknya dengan sebuah anak panah dan anak panah itu tepat mengenai kakinya. Ia berusaha untuk berteriak, namun anak panah itu tampaknya sudah dilumurkan obat tidur sehingga matanya terasa berat. Ia hanya sempat mengucapkan beberapa kata sebelum akhirnya ia tertidur. "Cher..."

Jade membuka matanya. Ia berada di sebuah rumah yang cukup besar, namun sederhana. Di hadapannya, Cherlia duduk sambil terikat oleh sebuah tali tambang yang cukup kuat. Di sebelahnya, duduk seorang Archer berpakaian abu-abu yang sedang menggenggam busurnya. "Siapa kau? Di mana ini?" kata Jade sedikit emosi. "Payon," jawab Archer itu singkat. "Mengapa kau membawa kami ke sini?" tanya Jade. Cherlia hanya menatap Jade sambil terdiam. "Kami memerlukan bantuan kalian," jawab orang itu. "Oh ya? Kau memerlukan bantuan kami, dan kau memintanya dengan menangkap dan mengikat kami di sini!?" kata Jade kesal. "Tenanglah. Kami hanya tidak yakin kau tidak akan melakukan perlawanan, itu saja alasan kami mengikatmu. Sekarang aku akan membuka ikatanmu," kata orang itu. "Ya, dan gadis itu juga," kata Jade. "Baiklah. Tapi ingat, jika kau melakukan sesuatu yang membahayakan penduduk desa ini, kami tidak akan ragu untuk membunuhmu," kata orang itu. "Terserah...," kata Jade kesal saat ikatannya dilepas. Setelah ikatan Cherlia juga dilepaskan, orang itu mengembalikan senajat milik Jade dan Cherlia dan membungkuk dalam-dalam. "Maafkan kami atas perlakuan yang kasar ini," katanya. Jade masih tampak kesal. Ia menyarungkan pedangnya dan berdiri. "Jadi, bantuan apa yang kau inginkan dari kami?" tanya Jade. "Kami memerlukan kalian untuk membasmi Wolf hutan yang sering menyerang desa ini waktu malam hari. Setelah melihat kemampuanmu saat kau melawan puluhan Wolf, kami yakin bahwa kau bisa melakukannya dengan baik. Dengan bantuan gadis ini, tentunya," kata orang itu. "Jadi, kau menginginkan kami untuk membantu kalian melawan pasukan Wolf?" kata Jade. Orang itu mengangguk. "Baiklah, kurasa itu bukan sesuatu yang sulit," kata Jade, "selama Cherlia bersamaku dalam pertempuran."

Orang itu membungkuk sekali lagi, mengucapkan terima kasih. "Oh ya, namaku Rehyas," kata orang itu. "Jade," kata Jade singkat. "Aku Cherlia," kata Cherlia sambil tersenyum. Mereka berjalan keluar dan melihat bahwa hari sudah siang. Mereka harus bersiap-siap untuk pertempuran malam nanti.

Chapter 2: "Night at Prontera"

Sharlean dan Carish sedang berjalan di sepanjang jalan kecil di kota Prontera. Mereka tampak bingung setelah kehilangan Jade dan Cherlia. "Ke mana aja sih mereka?" kata Sharlean kesal. "Entahlah, mungkin mereka tersesat di hutan," jawab Carish yang berambut hitam panjang. "Sebentar lagi malam nih, masa mereka mau menghilang dua hari berturut-turut?" gerutu Sharlean. Lampu-lampu jalanan di Prontera mulai dinyalakan. Prontera tampak begitu indah pada waktu malam. Tentunya hal ini dikarenakan Prontera adalah salah satu kota besar yang disebut Capital di Rune Midgard. "Keterlaluan deh mereka," kata Sharlean. "Masa pergi bilang-bilang. Terus cuma berduaan sama Cherlia lagi...nyebelin. Masa gue ditinggal di hutan sendirian," kata Sharlean. Mereka segera berjalan menuju kafe kecil yang terletak di sebelah utara Prontera.

Minggu, November 16, 2008

RO Fanfic 02

Setelah beberapa saat yang cukup melelahkan (dan juga mengasyikkan), Jade duduk di sebuah kursi panjang yang terletak di depan dinding tinggi yang mengelilingi kota Prontera. Dari sana, ia dapat melihat Sharlean yang sedang asyik dengan seekor Lunatic. "Kasihan Lunaticnya," komentar Jade. Cherlia hanya tertawa saat mendengarnya. Ia duduk di sebelah Jade. "Jadi, kau benar-benar ingin menjadi Crusader?" tanya Cherlia. Jade mengangguk. "Kenapa?" tanya Cherlia lagi. "Entahlah...mungkin karena aku ingin melindungi teman-temanku," jawab Jade. "Nah, mulai deh...," kata Cherlia. "Mulai apa?" tanya Jade. "Mulai lagi lebainya...," kata Cherlia. "Hey, aku serius lho," kata Jade. "Ya, ya...whatever," balas Cherlia, tersenyum. Jade hanya bisa melongo saat menatapnya tersenyum. "Btw, kita lanjut latihan yuk," kata Jade sambil berdiri.

"Itukah dia?" tanya seorang Assassin yang sedang mengintai Jade dan Cherlia. "Ya," jawab seorang gadis Stalker di sebelahnya. Tampaknya mereka tidak menyadari kehadiran Sharlean karena ia berada cukup jauh dari Jade dan Cherlia. Assassin dan Stalker itu mengendap-endap melalui pepohonan yang tersebar luas di daerah itu. Ia menggenggam erat Katar-nya, bersiap untuk menyerang. Sesaat kemudian Katar sang Assassin telah bertemu dengan mata pedang milik Jade.

"Hampir saja...," kata Jade sambil berusaha menahan serangan mendadak yang dilakukan Assassin itu. Wajah sang Assassin tidak begitu jelas karena tertutup oleh rambutnya yang berwarna hitam. Di tangan lainnya, Assassin itu telah siap menghajar Jade menggunakan Katar yang lain. Ia berhasil melukai sisi kanan leher Jade, namun Jade sempat menghindarinya sehingga akibatnya tidak fatal. "Siapa kau?" tanya Jade sambil mengusap darah yang menetes dari lukanya. "Bagi seorang Assassin, nama tidaklah penting...," kata Assassin itu sambil berlari ke arah Jade. Jade gagal menghindari serangan kedua dari Assassin yang tampaknya tidak kenal ampun itu. Kedua Katar sang Assassin berhasil menebas tubuhnya. "Magnum Break!" teriak Jade sambil menancapkan pedangnya ke tanah dan membuat ledakan berukuran sedang di sekelilingya guna membuat Assassin itu melompat menjauh.

"Heal!!" kata Cherlia, mengeluarkan sihir untuk menyembuhkan luka Jade. Lukanya tidak sembuh sempurna, namun luka di tubuhnya berhasil disembuhkan. Jade melihat ke arah Cherlia. "C, awas!! Di belakang!" teriaknya. Ia melihat seorang Stalker wanita tepat berada di belakang Cherlia. Cherlia segera berbalik. "Ruwach!!" teriaknya, memanggil cahaya suci ke arah Stalker yang berada di hadapannya dan mmbuatnya terpukul mundur sedikit sehingga ia dapat memberi waktu pada Jade untuk menyerang. Jade yang sudah berada di dekat Stalker itu segera mengangkat pedangnya dan menebas Stalker itu. "Bash!!" teriaknya. Stalker itu berhasil melompat mundur. "Tak kusangka...masih anak-anak tapi lumayan juga," kata Stalker itu. "Perkenalkan, namaku Shera," kata Stalker itu. "Apa yang kau inginkan!?" tanya Jade. "Kami hanya mencari kesenangan dengan menghabisi manusia-manusia lemah seperti kalian ini," jawab Shera. Jade segera mempererat pegangannya pada pedang. Seandainya Shera menyerangnya, ia akan menggunakan Magnum Break sehingga ia tidak bisa menghindar dengan mudah. "Tinggalkan kami," kata Cherlia. "Ya, tapi setelah partnerku menghabisi kalian," kata Shera tersenyum. Jade segera menyadari bahwa sang Assassin telah melesat ke arah Cherlia dan siap menusuknya dengan kedua Katar di kedua tangannya. Jade mengambil inisiatif untuk berdiri di depan Cherlia dan menahan serangan Assassin itu. Namun, ia hanya berhasil menahan salah satu Katarnya, sedangkan Katar lainnya mengenai perutnya. "Bodoh...," kata sang Assassin. Jade hanya bisa menahan rasa sakit di perutnya sambil menatap ke arah Cherlia. "Lari...," katanya.

Cherlia menggeleng. Ia tidak ingin meninggalkan temannya di dalam pertempuran. "Heal! Heal!" katanya sambil melakukan sihir Heal berkali-kali. "Percuma, senjataku telah kuberikan unsur Poison sehingga sihir penyembuh takkan bisa menyembuhkannya," kata sang Assassin. "Enchant Poison?" tanya Jade sambil memegangi lukanya. "Cherlia, gunakan Cure!" kata Jade. "Nggak bisa! Aku belum belajar sihir itu!!" kata Cherlia. Assassin itu segera melesat lagi ke arah Jade. "Jade, cepat! Genggam tanganku!!" kata Cherlia. Jade segera melakukan apa yang diperintahkan. "Jangan lepaskan!!" kata Cherlia. Jade mengangguk sambil menahan sakit di perutnya. "TELEPORT!!" teriaknya. Jade merasakan pemandangan di sekitarnya berputar-putar dan semakin menghilang. Selanjutnya, mereka telah terjatuh di sebuah hutan yang ditumbuhi pohon-pohon yang cukup tinggi.

"Ini...di mana?" tanya Jade. "Entahlah. Tapi yang pasti kita terpisah dari Sharlean. Ayo, kita harus cari jalan keluar," kata Cherlia. Cherlia menyadari bahwa Jade masih memegangi lukanya. "Tapi sebelumnya kita cari tanaman untuk menyembuhkan racun," katanya lagi. Jade merasakan pandangan matanya semakin melemah karena racun di tubuhnya. Ia mengikuti Cherlia sambil berusaha keras untuk tidak terjatuh. "Itu," katanya sambil menunjuk sebuah tanaman yang berwarna kebiruan. "Menurut buku yang pernah kubaca, tanaman ini berkhasiat untuk menyembuhkan racun yang cukup ringan. Tampaknya racun yang digunakan oleh Assassin tadi begitu bahaya, jadi kurasa kita bisa menggunakan tanaman ini," kata Cherlia. "Dasar...kau ini memang rajin baca buku ya...," kata Jade. "Bukan saatnya bercanda! Sini kubersihkan lukamu," katanya sambil mengeluarkan sebotol Holy Water dari sakunya. "Holy Water memiliki unsur suci yang dapat digunakan untuk pembersihan," katanya. "Sudahlah, aku nggak gitu ngerti," kata Jade. Cherlia menghela nafas panjang dan mulai meneteskan Holy Water di luka Jade. "Auw...," kata Jade. "Tahan sebentar. Mau sembuh nggak??" katanya. "Iya, iya," balas Jade. Kemudian, Cherlia mulai membalut luka Jade dengan tanaman yang telah dimurnikan dengan Holy Water. "Yap, kayaknya udah beres," kata Cherlia. "Ok, thanks ya...," kata Jade tersenyum. "Nah, sekarang gimana caranya kita kembal ke Prontera?" kata Cherlia. "Yang penting kita jangan sampai terpisah di hutan begini...bahaya...," kata Jade. Cherlia mengangguk dan mengikuti Jade melangkah ke hutan yang cukup gelap karena tertutup oleh pepohonan.

Jumat, November 14, 2008

RO Fanfic 01

Hi guys, gw lagi nyoba bikin Fan Fiction Ragnarok Online nih. Siapa tau bagus, skalian latihan ngarang...^^. Jd, klo ada komentar, kirim e-mail aja ke gw di elvenshard@gmail.com (Kyk meng-iklankan email nih gw ^^). Awalnya sih cerita ini juga saran dr tmn2 gw di skul, biasa, klo lgi ga ada kerjaan di skul jd pd berimajinasi smua...hehe. Gw harap sih gw bisa bikin storyline yg bagus, tp ga tw juga yah...coba aja dulu. Tdnya gw bingung mo posting di mn, ya ud gw bikin aja di blogspot...Thx ya, terutama buat tmn2 gw yg jd model cerita ini, terutama S, C, n D (inisialnya aja...). Haha...

Pesan buat S, C, n D...
*btw, kalo u bertiga baca, jgn ktawa ya klo aneh...^^*


Ragnarok, perang besar yang terjadi antara umat manusia dengan para dewa dan prajuritnya, Valkyrie. Perang yang akan menentukan kelangsungan hidup umat manusia. Perang yang akan membawa kehancuran bagi dunia. Cerita ini dimulai beberapa saat sebelum perang Ragnarok terjadi. Cerita ini menceritakan bagaimana Rune Midgard akan bertahan melawan Asgard dan Valhalla, yang lebih dikenal dengan "The place where gods reside" - Tempat di mana para dewa tinggal. Rune Midgard, sebuah dunia di mana sihir dan kekuatan lainnya adalah sesuatu yang biasa, merupakan sebuah dunia yang memiliki beberapa kota utama seperti Prontera, Izlude, Morroc, Payon, Geffen, Aldebaran, Comodo, Lighthalzen, bahkan Niflheim yang dikenal dengan alam kematian.Tentu saja, selain kota-kota yang telah disebutkan, masih banyak kota-kota lainnya.

Chapter 1: "Where the Gods Reside"

Koridor-koridor di Valhalla tampak begitu sunyi. Tak ada suara yang terdengar sedikitpun. Odin, sang pemimpin dari Valhalla, telah memerintahkan para Valkyrie, prajurit kepercayaannya, untuk mempersiapkan pasukan melawan manusia yang dianggapnya sebagai pendosa. Meskipun begitu, kesunyian itu tak bertahan lama. Beberapa saat kemudian, koridor-koridor gelap itu telah dipenuhi oleh suara langkah kaki yang ditimbulkan dari sepatu bot besi para prajurit. Bukanlah sesuatu yang aneh melihat para prajuit kepercayaan Odin 'berkeliaran' di Valhalla. Namun, hari itu berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Odin sedang mempersiapkan sesuatu yang melebihi apapun yang bisa dibayangkan manusia. Ia telah mengadakan aliansi dengan pasukan kegelapan yang dipimpin oleh sang iblis, Baphomet, hanya demi menghancurkan para 'pendosa'.

Sementara itu, di Rune Midgard, tak banyak orang yang mengetahui rencana Odin untuk menghukum manusia. Hanya beberapa pemimpin dari kota-kota besar yang mengetahuinya. Salah satunya adalah Ardelle, pemimpin dari Midgard Academy yang didirikan dalam rangka mempersiapkan orang-orang berbakat untuk menjaga Rune Midgard. Midgard Academy tampak seperti sekolah yang kita kenal pada saat ini, namun pelajarannya lebih diarahkan kepada hal-hal yang dianggap berguna pada masa itu. Saat seorang murid lulus dari kelas tingkat pertama, yang lebih dikenal dengan Novice Class, ia dapat memilih untuk melanjutkan ke salah satu kelas: Swordman, Mage, Thief, Archer, Acolyte, TaekwonBoy/TaekwonGirl, Gunslinger, Ninja, Super Novice, dan lainnya. Seorang murid dianggap lulus ketika ia telah menyelesaikan tugas-tugas akhir yang diberikan langsung oleh Ardelle sang pemimpin sendiri.

***

Jade sedang berjalan di sepanjang koridor Midgard Academy saat ia mendengar suara yang tidak asing di telinganya.
"Jade, aku mencarimu ke mana-mana. Kelas hampir dimulai!" kata seorang gadis berambut panjang berombak yang sedang berdiri di hadapannya. Gadis itu berkulit putih dan berambut kemerahan. Ia tampak kesal saat Jade hanya tersenyum sambil mengangguk. "Kau ini nggak pernah mau mendengarkan orang yang lagi bicara ya!?" kata gadis itu. "C, jangan marah-marah begitu," jawab Jade tersenyum. Nama gadis itu adalah Cherlia, seorang Novice yang ingin menjadi Acolyte saat kenaikan kelas nanti. Jade sering memanggilnya dengan panggilan C yang dianggapnya cukup normal.

"Bukan waktunya bercanda, ayo ikut aku ke kelas!" kata Cherlia sambil mencubit lengan kiri Jade. "Aduuh...sakit. Iya, kita ke kelas sekarang," balas Jade. Mereka berlari menuju kelas yang terletak di ujung koridor itu. Kelas mereka tampak begitu menarik. Dua bilah pedang terpajang di dinding, yang melambangkan tujuan dari sekolah itu. Jade hanya terdiam saat memasuki kelasnya. Ia menghela nafas sejenak dan segera duduk di bangkunya. Sementara itu, Cherlia juga berlari ke arah tempat duduknya yang terletak cukup jauh dari Jade.

"Ke mana aja tadi?" tanya Sharlean yang duduk di depan Jade. "Cuma jalan-jalan di koridor," jawab Jade. "Dasar...," balasnya.
Jade menggenggam pedangnya yang telah dikeluarkan dari sarungnya dan meletakkannya di atas meja. Ia bercita-cita untuk menjadi Swordman, kemudian menjadi Crusader agar bisa melindungi orang-orang di dekatnya, termasuk Cherlia. Selama beberapa saat, Jade melamun memikirkan Cherlia. Mengapa aku selalu memikirkannya, pikir Jade. "Kau ini kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Sharlean, menyadarkan Jade dari lamunannya. "Ah, nggak apa-apa," jawab Jade.

Tiga tahun kemudian...

Jade mengenakan baju Swordman-nya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia dapat mengenakan baju dari Class favoritnya. Ia telah menyelesaikan studinya sebagai calon Novice selama genap satu tahun. Selama dua tahun berikutnya, ia hanya mengulang pelajaran-pelajaran sebelumnya agar ia dapat lebih menguasainya. Sementara itu, Cherlia berhasil menyelesaikan 'Novice Study' nya selama dua tahun dan Sharlean selama satu setengah tahun. Jade berhasil menyelesaikannya dalam waktu singkat karena ia sangat menyukai pelajaran itu.

Saat ia sedang berjalan di koridor, ia melihat Cherlia sedang duduk termenung di koridor. "Lagi ngapain?" tanya Jade. "Eh, Jade. Sejak kapan kau di sini?" Cherlia balik bertanya. "Baru aja datang," jawab Jade. Cherlia menatap kostum baru Jade. "Keren juga," katanya. "Ah, nggak juga. Kamu juga cocok jadi Acolyte," kata Jade tersenyum. "Thanks," balas Cherlia. "Yah, mulai sekarang kita beda jurusan deh," kata Jade. "Jangan lesu begitu dong. Beda jurusan bukan berarti pisah kan. Teman-teman yang lain juga udah masuk jurusan masing-masing. Tuh si Sharlean, girang banget udah jadi Mage," kata Cherlia. Jade tertawa kecil. "Ya sudah. Jalan-jalan yuk, sekalian merayakan hari kenaikan kelas," ajak Jade. "Pasti Sharlean dan yang lain mau ikut," tambahnya. Mereka mengajak Sharlean dan sahabat-sahabat lainnya, yaitu Carish (Mage), Cyriel (Merchant), dan Jarred (Assassin). Jarred dan Carish sudah lama resmi 'jadian'. Namun hal itu sudah dianggap biasa oleh mereka.

"Lightning Bolt!" teriak Sharlean saat melihat seekor Poring melintas di depan mereka. Dalam sekejap, kilatan petir menghajar Poring itu beberapa kali.
"Awas!!! Hampir kena gue!" kata Jade.
"Sorry...," kata Sharlean, "meskipun ada unsur kesengajaan sih." Jade hanya menatapnya. "Dasar..."
"C, kita latihan di sebelah sana yuk. Monsternya lebih asyik," kata Jade. Cherlia mengangguk dan segera berlari mengikui Jade. Jade berlari ke arah seekor monster berbulu putih yang disebut Lunatic dan mem-Bash nya beberapa kali. "Auw...kayaknya sakit," komentar Cherlia sambil menggunakan sihir untuk menyembuhkan luka-luka kecil di pergelangan tangan Jade. "Lanjut...," kata Jade sambil mem-Bash seekor Lunatic lain.