Rabu, November 19, 2008

RO Fanfic 04

"Eh, ngomong-ngomong, gimana kabar si Jarred?" tanya Sharlean. "Baik-baik aja. Hmm...udah jam segini si Jade belum pulang juga," kata Carish. Mereka memesan dua gelas minuman dan menunggu. Sementara itu Sharlean terus memperhatikan jam yang tergantung di dinding dekat mereka. Sharlean segera meneguk minumannya sesaat setelah minuman itu sampai. Kemudian, mereka membayar dan keluar dari kafe. "Kalau dia balik gue Thunder Storm nanti," kata Sharlean agak kesal.

Malam semakin larut dan Jade ataupun Cherlia tidak tampak. Sharlean dan Carish memutuskan untuk mencarinya di sekitar hutan Prontera. Namun, mereka hanya bertemu dengan dua orang yang telah menyerang Jade sebelumnya, Shera dan Assassin partnernya. "Hmm...dua orang mangsa lagi," kata Shera tersenyum. Sharlean yang sudah waspada dengan kehadiran mereka segera mengeluarkan tongkat sihirnya dan menggenggamnya erat-erat. Tongkat sihir seorang Mage dapat digunakan untuk menahan serangan fisik meskipun tongkat itu terlihat rapuh karena sebenarnya tongkat itu telah dilapisi oleh mantra sihir yang cukup rumit. "Apa mau kalian?" tanya Sharlean. "Yah, tadi siang kami gagal menghabisi dua orang anak seumuran kalian, jadi sekarang kami hanya ingin memuaskan diri kami dengan membunuh kalian," kata Shera tersenyum licik. Tanpa pikir panjang, Sharlean pun menggunakan Lightning Bolt-nya untuk menyerang Shera, namun Shera adalah seorang Stalker sehingga serangan itu dapat dihindarinya dengan mudah. "Stone Curse!" kata Carish, menggunakan sihir pembatuan. Tubuh Shera mulai diselimuti batu-batu yang membuatnya sulit bergerak. "Sekarang!!" katanya. Sharlean segera mengarahkan tongkat sihirnya pada Shera dan berkonsentrasi. "Thunder Storm!!" katanya. Kilatan petir muncul dari langit dan menghajar Shera beberapa kali. Namun, pertempuran belum selesai. Sang Assassin yang merupakan partner Shera telah melesat ke arah Carish dan memukulnya beberapa kali. Serangan dan gerakannya begitu cepat sehingga Sharlean tidak dapat mengarahkan Thunder Storm padanya. Carish berhasil melompat menghindari serangan selanjutnya, namun tubuhnya telah terluka cukup parah.

Saat itu, seorang Assassin lain sedang mengamati mereka dan mempersiapkan senjatanya. Ia berjalan layaknya sebuah bayangan di kegelapan malam. Ia menatap Carish yang sedang berusaha keras menghindari serangan sang Assassin yang menyerangnya. "Ceroboh seperti biasa...," kata Assassin yang sedang memperhatikan mereka. Tepat sebelum Carish tertusuk oleh Katar sang Assassin, Assassin yang sedang bersembunyi di bayangan itu melompat keluar dan mempererat pegangannya pada Katar miliknya. "Sonic Blow!!"

"Jarred!? Sedang apa kau di sini?" tanya Carish.

"Mengawasi kalian. Ternyata dugaanku benar, hutan tidak aman pada saat malam hari, sekalipun ini hutan Prontera," kata Assassin yang bernama Jarred itu. Sharlean menyenggol pinggang Carish. "Dia khawatir...," katanya. Carish hanya tersenyum. "Thanks ya...," jawab Carish singkat. Sesaat kemudian, mereka baru menyadari bahwa Jarred telah berhasil menebas Assassin itu tepat pada lehernya sehingga sang Assassin yang menyerang mereka tergeletak tak bernyawa di depan mereka. Jarred yang mengetahui bahwa Shera masih terjebak di antara batu-batu sihir, segera mengarahkan Katar nya pada wajah Shera. "Jika kau menyentuhnya...kau akan tahu akibatnya," katanya dengan wajah serius. Shera tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan. Stalker adalah seseorang yang tidak mengenal rasa takut, namun mereka hanya dapat menyerang dari belakang, bukan secara frontal. Jadi, sekalipun ia dapat meloloskan diri dari bebatuan di sekitar kakinya, ia tidak akan berdaya menghadapi Jarred yang sedang mengarahkan dua buah Katar ke arah wajahnya.

Jarred mengikuti Sharlean dan Carish memasuki kota Prontera. Mereka merasa perlu menceritakan tentang hilangnya Jade kepada Jarred. Sharlean tidak terbiasa berbicara pada Jarred, maka ia menyuruh Carish yang menceritakannya dari awal. Saat mendengarkan cerita Carish, Jarred hanya mengangguk-angguk tanda mengerti. "Jika kau berbicara tentang hilangnya temanmu, mungkin mereka tersesat ke hutan Payon. Aku mendengar tentang dua orang yang seumuran kalian yang melawan Wolf di hutan Payon. Saat ini mereka sedang berada di kota Payon itu sendiri," kata Jarred. "Kok bisa tau secepat itu?" tanya Sharlean. "Yah, Guildku memiliki banyak cabang di sekitar Prontera dan Payon, jadi informasi tentang keadaan di sekitar Payon bukanlah sesuatu yang sulit untuk didapatkan," jawab Jarred tersenyum. Guild adalah sebuah kelompok yang diikuti oleh orang-orang yang berkemampuan cukup tinggi. Biasanya, Guild yang cukup terkenal memiliki lebih dari satu cabang di Rune Midgard. "Jadi kita ke Payon sekarang?" tanya Carish. "Yap. Apapun yang terjadi, kita harus menemukan mereka," kata Sharlean. "Jangan malam ini. Payon akan berperang melawan gerombolan serigala yang menyerang kota. Tidak akan aman untuk kalian jika datang malam ini," kata Jarred. "Thanks buat peringatannya, tapi kurasa kita harus bergerak cepat. Kalau perlu, kita akan ikut serta di dalam pertempuran di Payon," kata Sharlean.

Sementara itu, Jade dan Cherlia sedang duduk di depan toko senjata di Payon sambil menunggu datangnya para serigala. "Kau siap?" tanya Jade. "Ya," jawab Cherlia. Para Swordman dan Archer dari Payon sudah mempersiapkan diri. Beberapa Crusader juga berdiri pada garis depan. "Jangan khawatir, aku akan mendukungmu," kata Rehyas sambil menepuk bahu Jade. Jade hanya mengangguk dan tersenyum kecil. Ia sama sekali tidak mengkhawatirkan dirinya, ia mengkhawatirkan Cherlia. Cherlia adalah seorang Acolyte, berarti ia tidak sanggup bertempur sendiri. Jika Jade terlalu jauh darinya, besar kemungkinan ia akan terluka. Tidak, aku pasti bisa melindunginya, pikir Jade. Pegangannya terhadap pedang semakin erat. Ia tahu bahwa ini adalah pertempuran yang sebenarnya, tapi ia tidak boleh merasa ragu. "Akan kutunjukkan hasil latihanku selama ini," kata Jade. Cherlia hanya mengangguk. Kelihatannya ia juga mengkhawatirkan hal yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar