Dulu kan pernah ada gambar2 RO Fanfic versi gamenya, yang ini gw msukin versi animenya, made by C...
Skalian gw masukin Alias in another story, yaitu nama char tsb di cerita gw yg lain...hehe.
Name: Cyriel.
Job: Bio-Alchemist/Creator.
Weapon: Axe.
Alias in another story: -
Name: Carish.
Job: Sage.
Weapon: Radiant Wisdom.
Alias in another story: Clairinne Prescott.
Name: Sharlean.
Job: High Wizard.
Weapon: Wizardry Staff > Staff of Destruction.
Alias in another story: Sharlean Nighthood.
Name: Cherlia.
Job: High Priest.
Weapon: Divine Cross
Alias in another story: Cheryl Prairinne.
Minggu, Mei 10, 2009
Selasa, April 21, 2009
RO Fanfic 20
Jade melangkah perlahan-lahan menuju bagian belakang istana. Semua tampak aman di belakang sana. Ia dapat melihat Jarred yang sedang mengendap-endap mendekati Arsean yang masih berdiri di dekat pintu gerbang masuk istana. Beberapa saat kemudian, terdengar suara tembakan beberapa kali. Tampaknya Jarred sudah memulai pertempuran dengan Arsean. Jade berusaha untuk tidak mempedulikan suara tembakan yang terus terdengar. Di hadapannya, muncul beberapa makhluk yang menyerupai tengkorak yang dapat berjalan. Tengkorak-tengkorak itu masing-masing menggenggam sebilah pedang. Jade segera memberi tanda pada Cherlia untuk tetap berjalan dekat dengannya. Kemudian, tanpa pikir panjang, Jade segera menggunakan pedangnya untuk membunuh beberapa tengkorak di hadapannya.
"Giliranku...," kata Sharlean, "Jupitel Thunder!"
Bola-bola kebiruan meluncur dari jari tangannya dan memberikan efek kejutan yang cukup kuat pada tengkorak sasarannya. Sharlean terus melakukan Jupitel Thunder pada beberapa tengkorak yang terus bermunculan. Sementara itu, Cyriel sedang melemparkan beberapa buah botol yang berisi racun yang cukup kuat. Saat racun di dalamnya mengenai tubuh para tengkorak, baju besi yang mereka kenakan meleleh seketika sehingga mempermudah Jade dalam melakukan tebasan langsung ke tubuh para tengkorak.
"Hansen, Darlen!! Kalian bantu Jarred!" teriak Jade saat ia mendengar suara tembakan berikutnya. "Kurasa ia takkan mampu mengalahkan Gunslinger itu sendirian," lanjutnya. Hansen dan Darlen segera mengangguk dan berlari meninggalkan mereka. Jade mulai merasa kesal terhadap para tengkorak yang terus berdatangan. "Semua minggir!!" katanya. Cherlia, Cyriel, dan Sharlean segera melompat mundur menjauhi Jade. Saat itu, Jade memutar pedangnya dengan cepat dan menancapkannya ke tanah. "Grand...Cross," katanya. Cahaya putih berbentuk salib tercipta di bawah pedang Jade dan menghancurkan semua tengkorak di sekitarnya.
Luka Jade tampak terbuka. Ia jatuh berlutut ke tanah. "Sial...," katanya. Ia dapat merasakan Heal milik Cherlia yang diarahkan padanya, namun sihir itu hanya dapat mengurangi sedikit rasa sakitnya. Darah masih menetes dari luka di sekujur tubuhnya. "Jade, kau tunggu di sini, kami akan masuk ke dalam," kata Sharlean saat ia melihat bahwa Jade tidak mampu melanjutkan pertempuran. "Tapi...," kata Jade. "Nggak ada tapi, Cherlia, kau temani Jade, pastikan dia nggak kabur ke dalam," kata Sharlean. Cherlia mengangguk.
Jade duduk di bawah pohon terdekat. Ia meletakkan pedangnya di sebelah kanannya. Cherlia masih sibuk melakukan sihir Heal padanya, meskipun hal itu tidak banyak membawa hasil. "Sudahlah...," kata Jade. Cherlia tersenyum dan duduk di sebelahnya. "Bangunkan aku kalau mereka kembali," kata Jade. Ia bersandar di bahu Cherlia dan menutup matanya, tertidur.
Sementara itu, Jarred sedang berusaha menghindari tembakan-tembakan dari Arsean. Hansen sudah berusaha melakukan beberapa pukulan pada Arsean, namun serangan-serangan itu dapat dihindari dengan mudah. Bahu kiri Jarred telah tergores oleh peluru yang dimuntahkan oleh pistol yang digenggam Arsean. "Kalian masih belum menyerah juga?" kata Arsean sambil mengarahkan kedua pistolnya pada Jarred. Sesaat berikutnya, peluru meluncur dari pistol Arsean dan mengarah tepat ke wajah Jarred. Saat itu, Jarred telah melemparkan sebuah pisau beracun ke arah Arsean dan pisau itu berhasil mengenai tubuhnya. Tanpa ragu, Jarred segera melompat ke sisi kanan untuk menghindari peluru dan meluncur ke arah Arsean. Ia melakukan beberapa tebasan menggunakan Katar-nya dan menendang wajah Arsean sebelum ia melompat mundur.
"Kaulah yang akan menyerah, Gunslinger...," kata Jarred sambil menggenggam erat kedua Katar-nya.
"Giliranku...," kata Sharlean, "Jupitel Thunder!"
Bola-bola kebiruan meluncur dari jari tangannya dan memberikan efek kejutan yang cukup kuat pada tengkorak sasarannya. Sharlean terus melakukan Jupitel Thunder pada beberapa tengkorak yang terus bermunculan. Sementara itu, Cyriel sedang melemparkan beberapa buah botol yang berisi racun yang cukup kuat. Saat racun di dalamnya mengenai tubuh para tengkorak, baju besi yang mereka kenakan meleleh seketika sehingga mempermudah Jade dalam melakukan tebasan langsung ke tubuh para tengkorak.
"Hansen, Darlen!! Kalian bantu Jarred!" teriak Jade saat ia mendengar suara tembakan berikutnya. "Kurasa ia takkan mampu mengalahkan Gunslinger itu sendirian," lanjutnya. Hansen dan Darlen segera mengangguk dan berlari meninggalkan mereka. Jade mulai merasa kesal terhadap para tengkorak yang terus berdatangan. "Semua minggir!!" katanya. Cherlia, Cyriel, dan Sharlean segera melompat mundur menjauhi Jade. Saat itu, Jade memutar pedangnya dengan cepat dan menancapkannya ke tanah. "Grand...Cross," katanya. Cahaya putih berbentuk salib tercipta di bawah pedang Jade dan menghancurkan semua tengkorak di sekitarnya.
Luka Jade tampak terbuka. Ia jatuh berlutut ke tanah. "Sial...," katanya. Ia dapat merasakan Heal milik Cherlia yang diarahkan padanya, namun sihir itu hanya dapat mengurangi sedikit rasa sakitnya. Darah masih menetes dari luka di sekujur tubuhnya. "Jade, kau tunggu di sini, kami akan masuk ke dalam," kata Sharlean saat ia melihat bahwa Jade tidak mampu melanjutkan pertempuran. "Tapi...," kata Jade. "Nggak ada tapi, Cherlia, kau temani Jade, pastikan dia nggak kabur ke dalam," kata Sharlean. Cherlia mengangguk.
Jade duduk di bawah pohon terdekat. Ia meletakkan pedangnya di sebelah kanannya. Cherlia masih sibuk melakukan sihir Heal padanya, meskipun hal itu tidak banyak membawa hasil. "Sudahlah...," kata Jade. Cherlia tersenyum dan duduk di sebelahnya. "Bangunkan aku kalau mereka kembali," kata Jade. Ia bersandar di bahu Cherlia dan menutup matanya, tertidur.
Sementara itu, Jarred sedang berusaha menghindari tembakan-tembakan dari Arsean. Hansen sudah berusaha melakukan beberapa pukulan pada Arsean, namun serangan-serangan itu dapat dihindari dengan mudah. Bahu kiri Jarred telah tergores oleh peluru yang dimuntahkan oleh pistol yang digenggam Arsean. "Kalian masih belum menyerah juga?" kata Arsean sambil mengarahkan kedua pistolnya pada Jarred. Sesaat berikutnya, peluru meluncur dari pistol Arsean dan mengarah tepat ke wajah Jarred. Saat itu, Jarred telah melemparkan sebuah pisau beracun ke arah Arsean dan pisau itu berhasil mengenai tubuhnya. Tanpa ragu, Jarred segera melompat ke sisi kanan untuk menghindari peluru dan meluncur ke arah Arsean. Ia melakukan beberapa tebasan menggunakan Katar-nya dan menendang wajah Arsean sebelum ia melompat mundur.
"Kaulah yang akan menyerah, Gunslinger...," kata Jarred sambil menggenggam erat kedua Katar-nya.
Senin, Maret 02, 2009
RO Fanfic 19
Segalanya tampak berputar. Jade dapat merasakan kesakitan di sekujur tubuhnya. Ia dapat melihat Cherlia menggenggam tangannya sekuat tenaga, yang hampir membuatnya berteriak kesakitan. Namun ia sadar bahwa jika Cherlia melepaskan genggamannya, maka ia pun akan terbawa ke dalam aliran yang tampak seperti aliran waktu di sekitarnya. Jade menatap Cherlia yang juga tampak khawatir.
"Cherlia," panggilnya. Cherlia menatap ke arahnya dan tersenyum. "Apa yang terjadi?" tanya Jade. "Entahlah, kurasa kita sedang dipindahkan ke Juno," katanya singkat. Jade berusaha bersikap tenang. Di mana yang lain? Pikirnya. Sesaat kemudian, mereka mendarat di suatu tempat yang tampak seperti sebuah kerajaan tua. Tidak banyak orang berjalan di tempat itu. Beberapa orang yang mereka temui mengenakan pakaian yang cukup unik, pelindung kepala dari besi yang dihiasi dengan banyak bulu putih dan sepatu besi berwarna kebiruan. "Di mana kita sekarang?" kata Jade. "Juno, kurasa," jawab Cherlia. Mereka segera berlari menuju tempat yang sepi di antara rumah-rumah di sekitar mereka. "Kurasa bukan ide yang bagus untuk memperlihatkan diri secara terbuka di Juno," kata Jade. Cherlia mengangguk. "Di mana yang lain?" tanya Cherlia. "Entahlah, aku tak melihat mereka sejak tadi," jawab Jade.
Beberapa saat kemudian, mereka mendengar suara langkah kaki. Suara itu terdengar seperti suara langkah kaki para pasukan yang akan maju berperang. Jade berusaha melihat ke arah asal datangnya suara. Tampak olehnya puluhan prajurit berpakaian dan bersenjata lengkap sedang berbaris sepanjang jalan menuju istana yang terletak di bagian utara kota. Prajurit-prajurit itu memakai pelindung kepala yang sama dengan yang dilihat Jade dan Cherlia sebelumnya. Di antara mereka, Jade dapat melihat Carish sedang digiring masuk ke dalam areal istana. "Di mana Jarred?" tanya Jade. Cherlia mengangkat bahu. "Apa ia terpisah dari Carish?" gumam Jade.
"Bawa gadis itu masuk!" perintah salah seorang di dalam istana. Seorang Gunslinger sedang berdiri di dekat pintu gerbang istana sambil menggenggam kedua pistolnya. "Baik, Tuan Arsean," kata salah seorang prajurit yang menarik Carish mengikutinya ke dalam istana. "Valkyrie," kata Jade. Ia pernah mendengar tentang Valkyrie dari Ardelle saat ia mendengarkan salah satu ceramahnya (yang biasanya membosankan). Jade tak pernah melupakan istilah itu..."Valkyrie". Saat itu, Jade menyadari bahwa Jarred, Sharlean, Cyriel, Hansen, dan Darlen sedang mengawasi mereka. Ia sudah cukup terlatih untuk mengetahui apabila mereka sedang diawasi. Ia segera berdiri dan berbisik kepada mereka. "Kalian keluarlah," bisiknya. Jarred melompat dan mendarat di sebelah Jade, diikuti dengan Sharlean, Cyriel, Hansen, dan Darlen. "Apa yang terjadi?" tanya Jade.
"Carish tertangkap. Ia terlepas ketika kami sedang memasuki ruang perpindahan dimensi yang kita lalui saat melakukan teleportasi," kata Jarred.
"Jadi, kita akan menolongnya, kan?" tanya Jade.
"Tidak semudah itu. Kau lihat seseorang yang menjaga pintu gerbang tadi? Namanya adalah Arsean, salah seorang Valkyrie dengan class Gunslinger," kata Sharlean. "Aku pernah melawannya sewaktu berada di Geffen. Kekuatannya melebihi dugaanku," kata Sharlean. "Lalu, bagaimana kau dapat mengalahkannya?" tanya Cherlia. "Dengan bantuan Carish. Seorang Gunslinger tidak memiliki pertahanan sihir yang cukup kuat, jadi kami menggabungkan kekuatan untuk mengalahkannya. Saat itu, sihir Lord of Vermillion berhasil kugunakan. Tapi aku tak yakin mampu melakukannya lagi tanpa bantuan Carish. Arsean dapat menghentikan pembacaan mantra sihirku hanya dengan menggunakan tembakannya," jelas Sharlean.
Cyriel duduk di sebelah Darlen. Ia sedang berusaha menciptakan potion yang dapat membantu mereka dalam melawan Arsean. Cyriel segera menciptakan sebuah tongkat sihir yang terbuat dari energi untuk membantunya menyalurkan kekuatan sihirnya pada ramuan di hadapannya. "Kita membutuhkan sesuatu yang dapat membantu kita melewati Arsean tanpa disadarinya...," kata Cyriel. "Maksudmu, sebuah ilusi?" tanya Sharlean. "Yap, bagus...ramuan ilusi. Resepnya pernah kubaca di perpustakaan sekolah beberapa waktu yang lalu, jadi kurasa takkan sulit untuk membuatnya," kata Cyriel. "Jadi, setelah kita berhasil menolong Carish, baru kita akan menyerang Arsean. Jade, kau dapat menahan serangan jarak jauhnya, kan?" tanya Cyriel. Saat itu, ia melihat luka di sekujur tubuh Jade. "Oh, maaf, aku lupa...," katanya. Jade menatap sedih. Ia ingin ikut bertempur, tapi luka-lukanya tak memungkinkannya untuk melakukan pertempuran terkecil sekalipun. Luka-luka yang didapatnya dari ledakan yang terjadi pada saat mereka bertempur melawan Shera terasa begitu menyakitkan.
Cyriel menuang ramuan buatannya ke dalam sebuah botol panjang yang biasa ia gunakan untuk menyimpan larutan kimia. "Nah, ramuan ilusi sudah berhasil dibuat. Sekarang kita harus memikirkan bagaimana kita akan keluar dari tempat itu dan mencari Yggdrasil Flower," kata Cyriel.
"Aku bisa menggunakan sihirku untuk melindungi kalian...," kata Jade.
"Tidak, Jade! Lukamu masih cukup parah!" kata Cherlia dengan wajah agak kesal.
"Kalau begitu, aku akan melawannya saat kalian melarikan diri bersama dengan Carish. Dengan sedikit keberuntungan, aku dapat memberikan serangan yang cukup menyakitkan pada Gunslinger sialan itu," kata Jarred. Tampaknya ia sedang kesal karena Carish-nya ditahan di istana milik seorang Valkyrie.
Jade mengeluarkan sebotol potion berwarna kemerahan dan menuangnya di atas lukanya yang terbuka lagi. Ia meringis kesakitan saat potion itu mengenai lukanya. "Baiklah," kata Jade, "tapi jika terjadi sesuatu, kami akan kembali untuk membantumu bertempur." Jarred mengangguk.
Beberapa saat kemudian, mereka mendengar suara langkah kaki. Suara itu terdengar seperti suara langkah kaki para pasukan yang akan maju berperang. Jade berusaha melihat ke arah asal datangnya suara. Tampak olehnya puluhan prajurit berpakaian dan bersenjata lengkap sedang berbaris sepanjang jalan menuju istana yang terletak di bagian utara kota. Prajurit-prajurit itu memakai pelindung kepala yang sama dengan yang dilihat Jade dan Cherlia sebelumnya. Di antara mereka, Jade dapat melihat Carish sedang digiring masuk ke dalam areal istana. "Di mana Jarred?" tanya Jade. Cherlia mengangkat bahu. "Apa ia terpisah dari Carish?" gumam Jade.
"Bawa gadis itu masuk!" perintah salah seorang di dalam istana. Seorang Gunslinger sedang berdiri di dekat pintu gerbang istana sambil menggenggam kedua pistolnya. "Baik, Tuan Arsean," kata salah seorang prajurit yang menarik Carish mengikutinya ke dalam istana. "Valkyrie," kata Jade. Ia pernah mendengar tentang Valkyrie dari Ardelle saat ia mendengarkan salah satu ceramahnya (yang biasanya membosankan). Jade tak pernah melupakan istilah itu..."Valkyrie". Saat itu, Jade menyadari bahwa Jarred, Sharlean, Cyriel, Hansen, dan Darlen sedang mengawasi mereka. Ia sudah cukup terlatih untuk mengetahui apabila mereka sedang diawasi. Ia segera berdiri dan berbisik kepada mereka. "Kalian keluarlah," bisiknya. Jarred melompat dan mendarat di sebelah Jade, diikuti dengan Sharlean, Cyriel, Hansen, dan Darlen. "Apa yang terjadi?" tanya Jade.
"Carish tertangkap. Ia terlepas ketika kami sedang memasuki ruang perpindahan dimensi yang kita lalui saat melakukan teleportasi," kata Jarred.
"Jadi, kita akan menolongnya, kan?" tanya Jade.
"Tidak semudah itu. Kau lihat seseorang yang menjaga pintu gerbang tadi? Namanya adalah Arsean, salah seorang Valkyrie dengan class Gunslinger," kata Sharlean. "Aku pernah melawannya sewaktu berada di Geffen. Kekuatannya melebihi dugaanku," kata Sharlean. "Lalu, bagaimana kau dapat mengalahkannya?" tanya Cherlia. "Dengan bantuan Carish. Seorang Gunslinger tidak memiliki pertahanan sihir yang cukup kuat, jadi kami menggabungkan kekuatan untuk mengalahkannya. Saat itu, sihir Lord of Vermillion berhasil kugunakan. Tapi aku tak yakin mampu melakukannya lagi tanpa bantuan Carish. Arsean dapat menghentikan pembacaan mantra sihirku hanya dengan menggunakan tembakannya," jelas Sharlean.
Cyriel duduk di sebelah Darlen. Ia sedang berusaha menciptakan potion yang dapat membantu mereka dalam melawan Arsean. Cyriel segera menciptakan sebuah tongkat sihir yang terbuat dari energi untuk membantunya menyalurkan kekuatan sihirnya pada ramuan di hadapannya. "Kita membutuhkan sesuatu yang dapat membantu kita melewati Arsean tanpa disadarinya...," kata Cyriel. "Maksudmu, sebuah ilusi?" tanya Sharlean. "Yap, bagus...ramuan ilusi. Resepnya pernah kubaca di perpustakaan sekolah beberapa waktu yang lalu, jadi kurasa takkan sulit untuk membuatnya," kata Cyriel. "Jadi, setelah kita berhasil menolong Carish, baru kita akan menyerang Arsean. Jade, kau dapat menahan serangan jarak jauhnya, kan?" tanya Cyriel. Saat itu, ia melihat luka di sekujur tubuh Jade. "Oh, maaf, aku lupa...," katanya. Jade menatap sedih. Ia ingin ikut bertempur, tapi luka-lukanya tak memungkinkannya untuk melakukan pertempuran terkecil sekalipun. Luka-luka yang didapatnya dari ledakan yang terjadi pada saat mereka bertempur melawan Shera terasa begitu menyakitkan.
Cyriel menuang ramuan buatannya ke dalam sebuah botol panjang yang biasa ia gunakan untuk menyimpan larutan kimia. "Nah, ramuan ilusi sudah berhasil dibuat. Sekarang kita harus memikirkan bagaimana kita akan keluar dari tempat itu dan mencari Yggdrasil Flower," kata Cyriel.
"Aku bisa menggunakan sihirku untuk melindungi kalian...," kata Jade.
"Tidak, Jade! Lukamu masih cukup parah!" kata Cherlia dengan wajah agak kesal.
"Kalau begitu, aku akan melawannya saat kalian melarikan diri bersama dengan Carish. Dengan sedikit keberuntungan, aku dapat memberikan serangan yang cukup menyakitkan pada Gunslinger sialan itu," kata Jarred. Tampaknya ia sedang kesal karena Carish-nya ditahan di istana milik seorang Valkyrie.
Jade mengeluarkan sebotol potion berwarna kemerahan dan menuangnya di atas lukanya yang terbuka lagi. Ia meringis kesakitan saat potion itu mengenai lukanya. "Baiklah," kata Jade, "tapi jika terjadi sesuatu, kami akan kembali untuk membantumu bertempur." Jarred mengangguk.
Rabu, Februari 11, 2009
RO Fanfic 18
Shera tersenyum licik saat Jarred berlari ke arahnya. Ia melompat menghindari serangan Jarred dengan mudah dan menendang bahu kiri Jarred. Namun, Jarred tak bergeming. Ia terus melakukan tusukan-tusukan maut yang diarahkan tepat ke tubuh Shera. Shera, yang menyadari bahwa akan berbahaya bila ia terus berada dalam jangkauan Jarred, segera melompat mundur dan melemparkan tiga bilah pisau ke arah Jarred. Jarred berhasil menghindari ketiga pisau itu dengan mudah dan mendekati Shera dalam beberapa detik saja. Katar-nya tergenggam erat saat ia menatap Shera.
"Envenom!" teriaknya. Katar-nya diselimuti racun berwarna kebiruan dan ia segera menghunjamkannya ke tubuh Shera. "Tak semudah itu, Jarred," kata Shera. Ia berhasil menahan serangan itu tepat sesaat sebelum Katar itu menyentuh perutnya. Sesaat kemudian, Shera telah menusukkan sebilah pisau ke tubuh Jarred. Jarred yang terluka segera melangkah mundur perlahan. "Jangan meremehkan Stalker, Jarred sang Assassin," kata Shera sambil tersenyum. Jarred ingin menusuknya saat itu juga, namun Shera telah memukul wajahnya dan membuatnya terjatuh.
"Heal!" teriak Cherlia dari kejauhan. "Carish, gunakan Heaven's Drive di sekitarmu!" teriak Cherlia.
Carish mengangguk dan memukulkan tongkatnya ke tanah, mengakibatkan beberapa buah batu berujung tajam muncul dari tanah di sekitarnya dan mengenai Shera. Shera terpukul mundur, yang berarti juga kesempatan bagi Jarred untuk menyerang. Jarred telah belajar untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menghabisi lawan. Oleh karena itu, ia segera mendekati Shera dengan memanfaatkan kecepatannya. Carish melihat Jarred melewatinya dalam sekejap dan mengarahkan Katar-nya pada Shera. Ia segera melancarkan beberapa tusukan langsung dan memanfaatkan kekuatan Resonance milik Cherlia untuk menghasilkan energi di sekitar senjatanya. Kemudian, ia segera menebas Shera menggunakan energi di sekitar Katar-nya.
Shera tersenyum pahit. Ia tertawa dan mengarahkan belati yang ia genggam pada wajah Jarred. "Kau begitu bodoh, Jarred. Kau pikir kau dapat menghentikanku semudah itu!?" katanya. Jarred tak memedulikannya dan mengarahkan Katar-nya sekali lagi. "Sonic Blow!" teriaknya. Shera tersenyum dan segera menghindar. "Kau tahu, seorang Stalker dapat meniru teknik lawan. Plagiarism!" katanya. Bayangan sepasang Katar muncul di tangannya dan ia segera menggunakan teknik Sonic Blow yang sama kepada Jarred. Kemudian, ia segera melompat dan menghilang. Jarred yakin bahwa ia masih berada di sekitarnya. Seketika itu juga, Shera muncul di belakang Jarred dan menusukkan belatinya ke punggung Jarred. Jade dapat melihat darah menetes dari luka Jarred.
"Inilah yang disebut dengan Backstab, memanfaatkan kelengahan lawan untuk menyerang," katanya. Jade yang tak tahan lagi segera mengangkat perisai besarnya. "Shield Boomerang!" teriaknya keras. Perisai itu dilemparnya ke arah Shera. Perisai itu berputar dan mengenai tubuh Shera dan membuatnya terjatuh selama beberapa saat. Jade segera berlari ke arah Shera. "Cherlia, Sharlean, bantu aku!" teriaknya. Sharlean segera melepaskan bola-bola api ke arah Shera dengan tujuan untuk membingungkannya. Cherlia, yang menyadari adanya kesempatan untuk menang, segera menggunakan sihirnya untuk meningkatkan kecepatan berlari Jade. "Sekarang! Gunakan Resonance!!" teriak Jade. Cherlia mengangguk dan memutuskan untuk mencobanya sekali lagi. Ia mengarahkan tangannya pada Jade yang sedang berlari. Saat itu juga, Jade merasakan aura yang sama seperti sebelumnya menyelimuti tubuh dan pedangnya. "Rasakan ini!" katanya sambil mengayunkan pedangnya hingga menyentuh tanah. Pedangnya menghasilkan energi api di sekitarnya dan melepaskannya tepat setelah pedang itu mengenai tanah. Api meluncur mendekati Shera dan mengalihkan perhatiannya selama beberapa saat. "Jarred!" teriak Jade. Ia melihat bayangan Jarred di dalam asap ledakan itu. Ia sedang berjalan mendekati Shera!
"Sonic Blow!" teriakan Jarred terdengar di dalam asap yang cukup membutakan pandangan. Jade segera menciptakan api ledakan sekali lagi dengan harapan dapat mengenai Shera bersamaan dengan Sonic Blow milik Jarred.
Terdengar ledakan besar di sekitar Shera yang diakibatkan oleh tiga serangan sekaligus. Sonic Blow, api dari pedang Jade, dan sihir Sharlean segera mengenainya pada waktu hampir bersamaan. Angin ledakan terasa begitu besar dan menyulitkan untuk melihat apa yang terjadi pada Shera. Beberapa ekor monster yang bersembunyi di tempat itu tampak sedang melarikan diri. "Sial! Kalau terus begini, kita juga akan terkena ledakan!" kata Sharlean. Jade segera berdiri tegak dan memukul tanah menggunakan perisainya. "Semuanya! Sacrifice!" teriak Jade. Aura perlindungan mengelilingi teman-temannya. Saat ledakan itu membesar, mereka tak merasakan apapun. Saat itu juga, Jade merasakan semua rasa sakit akibat ledakan besar itu. Ia pun terjatuh setelah beberapa saat terkena ledakan.
"Jade!!" teriak Cherlia, berusaha menggunakan sihir Heal. Namun ia sudah terlalu lelah untuk menggunakan sihir penyembuh pada Jade. "Kita harus membawanya masuk ke rumah!" teriak Jarred dari kejauhan. Hansen dan Darlen yang sudah selesai bertempur ikut membantu membawa Jade masuk karena armor Jade terasa begitu berat untuk dibawa oleh beberapa orang saja.
"Apa ia tak apa-apa?" tanya Cherlia.
"Entahlah. Ia menggunakan sihir perpindahan rasa sakit pada banyak orang sekaligus, itu sama saja menerima semua rasa sakit yang seharusnya diterima semua orang," kata Jarred. Wajah Jade tampak berkeringat. Mungkin karena menahan rasa sakit, pikir Cherlia dengan wajah khawatir. "Mungkin...hanya ada satu cara mengobati luka separah ini," kata Jarred setelah ia selesai memeriksa luka di sekujur tubuh Jade. "Apa itu?" tanya Cherlia. Jarred menatapnya dengan pandangan iba.
"Yggdrasil Flower...," gumamnya.
"Yggdrasil...Flower?" kata Cherlia. "Ya, bunga yang tumbuh di batang pohon dunia, Yggdrasil. Bunga itu mampu menyembuhkan luka yang sangat parah hanya dengan memakannya secara utuh," jelas Jarred. "Lalu? Di mana kita dapat menemukan Yggdrasil Flower?" tanya Cherlia. "Hanya ada satu cara untuk menemukannya...namun itu akan sangat berbahaya," kata Jarred. "Katakan saja!" kata Cherlia panik.
"Kita harus pergi...ke Juno, kota angkasa yang terlupakan. Di sanalah tempat tersimpannya Buku Ymir yang menghubungkan dunia kita, Rune Midgard, dengan Asgard, tempat tinggal para dewa di istana Valhalla. Kalian harus berhati-hati. Saat kita berada di sana, kita tidak boleh menarik banyak perhatian karena itu akan membuat Odin sadar bahwa kita berada sangat dekat dengannya, tepat di kota yang menghubungkan kedua dunia," kata Jarred. "Bagaimana dengan Shera?" tanya Cherlia yang menatap ke hutan gelap tempat Shera melarikan diri setelah ledakan besar terjadi. "Ia terluka parah, tapi bukan berarti ia sudah menyerah," kata Cherlia. Jarred mengangguk setuju. "Mungkin ia akan menjadi pengganggu dalam perjalanan kita. Carish...," panggilnya. Carish menatapnya. "Apa kau ikut ke Juno?" tanya Jarred. "Ya, tentu saja," kata Carish sambil mengangguk. "Baiklah, tapi kau harus berjanji...jika terjadi sesuatu di sana, biarkan aku yang menyelesaikannya, jangan sampai kau tertangkap lagi seperti tadi," kata Jarred, tersenyum. "Oke," kata jawab Carish.
"Baiklah, sekarang kita harus keluar dari Niflheim dan segera menuju Juno. Kalian belum cukup kuat untuk bertempur di Juno, jadi kita harus menghindari jalan yang penuh bahaya," kata Jarred. "Jadi...?" kata Cyriel sambil merapikan barang-barang bawaannya. "Kita gunakan Warp untuk menuju ke sana," kata Jarred. Ia memberikan sebuah bulu berwarna kebiruan pada masing-masing orang. "Lemparkan bulu itu ke atas kalian, maka kalian dapat melakukan teleportasi ke tempat yang kalian inginkan. Saat kalian melemparkannya, pikirkan tentang Juno," kata Jarred.
Cherlia membantu Jade berdiri melemparkan dua bulu sekaligus ke atas kepalanya dan ke atas Jade. "Kita bertemu lagi...di Juno!" kata Jarred setelah ia mulai menghilang bersama dengan Carish.
"Envenom!" teriaknya. Katar-nya diselimuti racun berwarna kebiruan dan ia segera menghunjamkannya ke tubuh Shera. "Tak semudah itu, Jarred," kata Shera. Ia berhasil menahan serangan itu tepat sesaat sebelum Katar itu menyentuh perutnya. Sesaat kemudian, Shera telah menusukkan sebilah pisau ke tubuh Jarred. Jarred yang terluka segera melangkah mundur perlahan. "Jangan meremehkan Stalker, Jarred sang Assassin," kata Shera sambil tersenyum. Jarred ingin menusuknya saat itu juga, namun Shera telah memukul wajahnya dan membuatnya terjatuh.
"Heal!" teriak Cherlia dari kejauhan. "Carish, gunakan Heaven's Drive di sekitarmu!" teriak Cherlia.
Carish mengangguk dan memukulkan tongkatnya ke tanah, mengakibatkan beberapa buah batu berujung tajam muncul dari tanah di sekitarnya dan mengenai Shera. Shera terpukul mundur, yang berarti juga kesempatan bagi Jarred untuk menyerang. Jarred telah belajar untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menghabisi lawan. Oleh karena itu, ia segera mendekati Shera dengan memanfaatkan kecepatannya. Carish melihat Jarred melewatinya dalam sekejap dan mengarahkan Katar-nya pada Shera. Ia segera melancarkan beberapa tusukan langsung dan memanfaatkan kekuatan Resonance milik Cherlia untuk menghasilkan energi di sekitar senjatanya. Kemudian, ia segera menebas Shera menggunakan energi di sekitar Katar-nya.
Shera tersenyum pahit. Ia tertawa dan mengarahkan belati yang ia genggam pada wajah Jarred. "Kau begitu bodoh, Jarred. Kau pikir kau dapat menghentikanku semudah itu!?" katanya. Jarred tak memedulikannya dan mengarahkan Katar-nya sekali lagi. "Sonic Blow!" teriaknya. Shera tersenyum dan segera menghindar. "Kau tahu, seorang Stalker dapat meniru teknik lawan. Plagiarism!" katanya. Bayangan sepasang Katar muncul di tangannya dan ia segera menggunakan teknik Sonic Blow yang sama kepada Jarred. Kemudian, ia segera melompat dan menghilang. Jarred yakin bahwa ia masih berada di sekitarnya. Seketika itu juga, Shera muncul di belakang Jarred dan menusukkan belatinya ke punggung Jarred. Jade dapat melihat darah menetes dari luka Jarred.
"Inilah yang disebut dengan Backstab, memanfaatkan kelengahan lawan untuk menyerang," katanya. Jade yang tak tahan lagi segera mengangkat perisai besarnya. "Shield Boomerang!" teriaknya keras. Perisai itu dilemparnya ke arah Shera. Perisai itu berputar dan mengenai tubuh Shera dan membuatnya terjatuh selama beberapa saat. Jade segera berlari ke arah Shera. "Cherlia, Sharlean, bantu aku!" teriaknya. Sharlean segera melepaskan bola-bola api ke arah Shera dengan tujuan untuk membingungkannya. Cherlia, yang menyadari adanya kesempatan untuk menang, segera menggunakan sihirnya untuk meningkatkan kecepatan berlari Jade. "Sekarang! Gunakan Resonance!!" teriak Jade. Cherlia mengangguk dan memutuskan untuk mencobanya sekali lagi. Ia mengarahkan tangannya pada Jade yang sedang berlari. Saat itu juga, Jade merasakan aura yang sama seperti sebelumnya menyelimuti tubuh dan pedangnya. "Rasakan ini!" katanya sambil mengayunkan pedangnya hingga menyentuh tanah. Pedangnya menghasilkan energi api di sekitarnya dan melepaskannya tepat setelah pedang itu mengenai tanah. Api meluncur mendekati Shera dan mengalihkan perhatiannya selama beberapa saat. "Jarred!" teriak Jade. Ia melihat bayangan Jarred di dalam asap ledakan itu. Ia sedang berjalan mendekati Shera!
"Sonic Blow!" teriakan Jarred terdengar di dalam asap yang cukup membutakan pandangan. Jade segera menciptakan api ledakan sekali lagi dengan harapan dapat mengenai Shera bersamaan dengan Sonic Blow milik Jarred.
Terdengar ledakan besar di sekitar Shera yang diakibatkan oleh tiga serangan sekaligus. Sonic Blow, api dari pedang Jade, dan sihir Sharlean segera mengenainya pada waktu hampir bersamaan. Angin ledakan terasa begitu besar dan menyulitkan untuk melihat apa yang terjadi pada Shera. Beberapa ekor monster yang bersembunyi di tempat itu tampak sedang melarikan diri. "Sial! Kalau terus begini, kita juga akan terkena ledakan!" kata Sharlean. Jade segera berdiri tegak dan memukul tanah menggunakan perisainya. "Semuanya! Sacrifice!" teriak Jade. Aura perlindungan mengelilingi teman-temannya. Saat ledakan itu membesar, mereka tak merasakan apapun. Saat itu juga, Jade merasakan semua rasa sakit akibat ledakan besar itu. Ia pun terjatuh setelah beberapa saat terkena ledakan.
"Jade!!" teriak Cherlia, berusaha menggunakan sihir Heal. Namun ia sudah terlalu lelah untuk menggunakan sihir penyembuh pada Jade. "Kita harus membawanya masuk ke rumah!" teriak Jarred dari kejauhan. Hansen dan Darlen yang sudah selesai bertempur ikut membantu membawa Jade masuk karena armor Jade terasa begitu berat untuk dibawa oleh beberapa orang saja.
"Apa ia tak apa-apa?" tanya Cherlia.
"Entahlah. Ia menggunakan sihir perpindahan rasa sakit pada banyak orang sekaligus, itu sama saja menerima semua rasa sakit yang seharusnya diterima semua orang," kata Jarred. Wajah Jade tampak berkeringat. Mungkin karena menahan rasa sakit, pikir Cherlia dengan wajah khawatir. "Mungkin...hanya ada satu cara mengobati luka separah ini," kata Jarred setelah ia selesai memeriksa luka di sekujur tubuh Jade. "Apa itu?" tanya Cherlia. Jarred menatapnya dengan pandangan iba.
"Yggdrasil Flower...," gumamnya.
"Yggdrasil...Flower?" kata Cherlia. "Ya, bunga yang tumbuh di batang pohon dunia, Yggdrasil. Bunga itu mampu menyembuhkan luka yang sangat parah hanya dengan memakannya secara utuh," jelas Jarred. "Lalu? Di mana kita dapat menemukan Yggdrasil Flower?" tanya Cherlia. "Hanya ada satu cara untuk menemukannya...namun itu akan sangat berbahaya," kata Jarred. "Katakan saja!" kata Cherlia panik.
"Kita harus pergi...ke Juno, kota angkasa yang terlupakan. Di sanalah tempat tersimpannya Buku Ymir yang menghubungkan dunia kita, Rune Midgard, dengan Asgard, tempat tinggal para dewa di istana Valhalla. Kalian harus berhati-hati. Saat kita berada di sana, kita tidak boleh menarik banyak perhatian karena itu akan membuat Odin sadar bahwa kita berada sangat dekat dengannya, tepat di kota yang menghubungkan kedua dunia," kata Jarred. "Bagaimana dengan Shera?" tanya Cherlia yang menatap ke hutan gelap tempat Shera melarikan diri setelah ledakan besar terjadi. "Ia terluka parah, tapi bukan berarti ia sudah menyerah," kata Cherlia. Jarred mengangguk setuju. "Mungkin ia akan menjadi pengganggu dalam perjalanan kita. Carish...," panggilnya. Carish menatapnya. "Apa kau ikut ke Juno?" tanya Jarred. "Ya, tentu saja," kata Carish sambil mengangguk. "Baiklah, tapi kau harus berjanji...jika terjadi sesuatu di sana, biarkan aku yang menyelesaikannya, jangan sampai kau tertangkap lagi seperti tadi," kata Jarred, tersenyum. "Oke," kata jawab Carish.
"Baiklah, sekarang kita harus keluar dari Niflheim dan segera menuju Juno. Kalian belum cukup kuat untuk bertempur di Juno, jadi kita harus menghindari jalan yang penuh bahaya," kata Jarred. "Jadi...?" kata Cyriel sambil merapikan barang-barang bawaannya. "Kita gunakan Warp untuk menuju ke sana," kata Jarred. Ia memberikan sebuah bulu berwarna kebiruan pada masing-masing orang. "Lemparkan bulu itu ke atas kalian, maka kalian dapat melakukan teleportasi ke tempat yang kalian inginkan. Saat kalian melemparkannya, pikirkan tentang Juno," kata Jarred.
Cherlia membantu Jade berdiri melemparkan dua bulu sekaligus ke atas kepalanya dan ke atas Jade. "Kita bertemu lagi...di Juno!" kata Jarred setelah ia mulai menghilang bersama dengan Carish.
Minggu, Februari 08, 2009
RO Fanfic 17
Terdengar suara langkah kaki dari luar rumah tempat Jade dan yang lainnya beristirahat. Langkah kaki itu semakin dekat dan semakin cepat. Mau tidak mau, Jade harus segera mengambil pedangnya untuk berjaga-jaga. Niflheim bukanlah tempat yang tepat untuk bersantai. Kematian ada di mana-mana. Langkah kaki yang didengar oleh Jade bukanlah milik satu orang saja. Semakin ia berusaha mendengarkan, langkah yang terdengar semakin banyak dan semakin keras. Jade mengintip keluar melalui jendela tua di dekatnya. Keadaan remang-remang di dalam ruangan itu memudahkannya untuk melihat keluar. Karenanya, Jade dapat melihat dengan jelas keluar jendela, namun apapun yang berada di luar takkan bisa melihatnya dengan mudah. Ia telah mengalaminya sebelum ia bertemu dengan makhluk Gemini-S58 yang baru saja ia lempar keluar rumah.
"Jarred," panggil Jade singkat.
Jarred mengangguk dan menggenggam kedua Katar miliknya. Sharlean, yang juga menyadari akan adanya bahaya yang datang, berdiri dan menatap Jade. Carish sudah tertidur di sebelah Cyriel. "Apa kita bisa menghadapi apapun itu yang berada di luar sana?" kata Sharlean. "Mungkin," jawab Jarred. Sharlean mengintip melalui jendela lain di bagian belakang rumah. Ia melihat seorang wanita Stalker yang diikuti oleh beberapa ekor makhluk besar yang memegang kapak dan senajat lainnya.
"Shera...dan para Orc," katanya singkat.
"Shera sang Stalker?" tanya Jade tercengang. Sharlean mengangguk. "Rupanya ia belum menyerah," kata Jarred. Jade ingin bertanya sesuatu pada Jarred, tapi ia mengurungkan niatnya. Ia mengangkat perisai besarnya dan membuka pintu depan rumah. Di luar, tampak Shera sang Stalker yang tersenyum licik saat ia melihat Jade dan Jarred. Tatapan matanya penuh rasa benci saat ia menatap Jarred.
"Masih hidup, Jarred?" tanya Shera. Jarred tak menjawab.
Seperti dugaan Jade, ada sesuatu antara Shera dengan Jarred, sesuatu yang tak pernah ia ketahui sebelumnya. "Seperti biasa, Shera Mithel," kata Jarred dengan suara rendah, namun Jade dapat mendengar dengan jelas apa yang dikatakannya pada sang Stalker. Shera mengeluarkan dua bilah belati pendek. "Kali ini, aku takkan membiarkanmu pergi hidup-hidup," katanya. "Akan kita lihat...siapakah yang tidak akan keluar hidup-hidup," kata Jarred.
Jarred meluncur maju dan melakukan tusukan berkali-kali menggunakan Katar-nya. Namun, Shera segera menghindarinya dan memberi aba-aba pada pasukan Orc yang menunggu di belakangnya. "Tak ada kata curang ataupun adil di dalam suatu pertempuran, Jarred, itu yang biasa kau katakan," kata Shera. "Yang ada hanyalah...," lanjut Shera, "...kehidupan dan kematian." Jade segera menebas salah satu Orc yang mendekatinya dan menggunakan Grand Cross untuk melukai beberapa ekor Orc lainnya. Sementara itu, Sharlean yang sedang berdiri di belakangnya melepaskan beberapa bola energi berwarna kemerahan untuk menyerang para Orc di sekitar Jade. Terdengar suara ledakan beberapa kali saat bola-bola energi itu mengenai sasaran. Sharlean berlari ke arah Jade dan menggunakan sihir Thunder Storm untuk menciptakan area petir untuk menyerang musuh yang berkumpul di sekitar Jade. "Majulah!" kata Sharlean. Ia terus berusaha menahan musuh-musuh yang mendekat dengan menggunakan bola-bola energi miliknya dan menggunakan beberapa sihir lainnya untuk meledakkan musuh di sekitarnya.
Cherlia terbangun. Ia mendengar suara ledakan dan tebasan di luar rumah. "Carish...," bisiknya, membangunkan Carish yang tengah tertidur. Cyriel yang terkejut oleh suara ledakan yang cukup keras juga terbangun. "Apa yang terjadi?" tanya Cherlia. "Entahlah, sepertinya mereka sedang bertempur," kata Carish sambil berusaha berdiri. Ia melangkah menuju pintu depan dan melihat Jade, Sharlean, dan Jarred sedang menahan pasukan Shera Mithel dengan seluruh kemampuan mereka.
"Jade!" panggil Cherlia. Ia segera menggunakan sihir Heal saat melihat tubuh Jade yang dipenuhi luka akibat pukulan para Orc. "Cherlia! Masuk ke dalam rumah! Kau masih belum kuat untuk bertempur sekarang!" teriak Jade sambil mengayunkan pedangnya dan menebas leher salah satu Orc. Darah segar memercik ke tanah saat Orc itu terjatuh perlahan. "Sial! Jumlah mereka terlalu banyak!" kata Jade pada Jarred. Sharlean masih menggunakan beberapa sihir miliknya untuk meledakkan dan memukul monster-monster di sekelilingnya.
Udara terasa semakin dingin seiring dengan memanasnya pertempuran. Shera Mithel tampak tersenyum penuh kemenangan di kejauhan. Jade merasakan seekor Orc berhasil menebas punggungnya dengan menggunakan kapak yang cukup besar. Ia dapat merasakan rasa sakit berkumpul di punggungnya. "Heal!" teriak Cherlia. Luka Jade menutup sedikit, namun ia harus segera melanjutkan pertempuran. Ia mengibaskan pedangnya berkali-kali dan menyebabkan beberapa Orc di sekitarnya terjatuh. "Reflect Shield!" katanya. Aura pelindung muncul di sekitar tubuh Jade. Aura itu tak dapat menahan semua serangan yang diarahkan padanya, namun cukup membantu untuk melawan musuh yang menyerang langssung sekaligus.
Sementara itu, Shera melangkah menuju Carish yang sedang berdiri di dekat Cherlia. "Lama tak bertemu, Carish," katanya. Carish berusaha memikirkan sesuatu untuk melawannya, namun sebelum ia berhasil mengeluarkan sihir apapun, Shera menggenggam pergelangan tangannya dan menariknya menjauh dari Cherlia.
"Jarred!" panggil Shera. Jarred segera menghentikan pertempuran dan menatap ke arah Shera. Ia melihat Carish berdiri di sebelah Shera. "Carish!" teriaknya. Ia berusaha mendekat untuk merebut Carish, namun Shera melemparkan dua buah pisau beracun ke arahnya. Jarred berhasil menghindar, tapi Shera sudah mengarahkan sebuah pisau lainnya ke leher Carish. "Kau mendekat, dia mati," katanya. "Kau...," kata Jarred penuh kemarahan. Jade segera membunuh seekor Orc yang berusaha menyerang Jarred dari belakang dan segera berdiri di sebelah Jarred. "Jangan lengah!" kata Jade sambil menebas Orc lainnya menggunakan Holy Cross.
Cherlia berlari mendekati Jade dan Jarred bersama dengan Sharlean dan Cyriel. Sementara itu, Hansen dan Darlen sedang berusaha membuka jalan menggunakan serangan masing-masing. Hansen yang sudah cukup terlatih dalam menggunakan pukulan-pukulan yang mematikan berhasil menjatuhkan beberapa ekor Orc bertubuh besar dalam beberapa saat. "Cherlia! Jangan mendekat!" kata Jade. Ia melihat seekor Orc yang akan memukul Cherlia. Oleh karena itu, Jade segera menggunakan Sacrifice pada Cherlia untuk memindahkan rasa sakit yang ia terima pada dirinya sendiri. "Heal!" teriak Cherlia sambil menggunakan sihir penyembuh. "Jade, jangan bertindak bodoh!" kata Cherlia. Jade segera mengangkat pedangnya dan mengumpulkan kekuatan suci di bagian ujung pedangnya. "Grand Cross!" katanya sambil menusukkan pedangnya ke tanah untuk menghasilkan ledakan kekuatan suci di sekelilingnya. Cherlia berdiri di dekat Jade. "Aku akan membantumu," kata Cherlia. Para Orc semakin mendekat. Mereka tampak marah karena Jade dan yang lain telah membunuh banyak anggota mereka.
Saat itu, Jade merasakan ada kekuatan lain menyelimuti mereka. Sharlean juga dapat merasakannya dengan jelas. Kekuatan yang memberikan mereka kemampuan lebih. Kemampuan untuk bertempur. Kemampuan untuk melindungi. Cherlia menatap Jade dan tersenyum. "Inikah...Resonance?" tanya Jade pada dirinya sendiri. Tubuhnya terasa ringan. Ia mendapat kecepatan lebih daripada saat ia diberikan sihir Increase Agility oleh Cherlia. Selain itu, pedangnya terasa lebih kuat dan lebih lincah, seolah-olah ada energi yang tak tampak mengelilingi pedangnya. Ia segera maju untuk menebas para Orc di hadapannya. Setiap tebasan yang ia lakukan diikuti oleh sejenis hembusan energi dari pedang menuju tangannya. Para Orc itu terjatuh hanya dalam satu tebasan. "Sharlean! Habisi mereka dengan Thunder Storm!!" teriak Jade. Sharlean mengerti dan mengeluarkan Thunder Storm. Anehnya, sihir itu keluar dalam jumlah besar dan ukuran dua kali lipat lebih besar. Jade terus menebas para Orc menggunakan kekuatan sihir di pedangnya. Ia dapat menghasilkan ledakan besar hanya dengan melakukan beberapa tebasan sekaligus.
"Sekarang...GRAND CROSS!!" teriaknya keras.
"Lord of Vermillion!" teriak Sharlean keras.
"Sonic Blow!" teriak Jarred, mengikuti dua orang temannya.
Grand Cross dan Lord of Vermillion terjadi lebih kuat daripada biasanya. Serangan gabungan keduanya terasa mematikan dan daya penghancurnya meningkat drastis. Sementara itu, efek Sonic Blow berbeda dari biasanya. Serangan itu mampu menghancurkan beberapa ekor musuh sekaligus di sekitar Jarred. Serangan itu juga semakin kuat dan mematikan. "Saatnya mengalahkan Shera!" teriak Jade.
"Tunggu!" kata Jarred sambil menahan Jade, "Shera Mithel adalah mangsaku."
"Jarred," panggil Jade singkat.
Jarred mengangguk dan menggenggam kedua Katar miliknya. Sharlean, yang juga menyadari akan adanya bahaya yang datang, berdiri dan menatap Jade. Carish sudah tertidur di sebelah Cyriel. "Apa kita bisa menghadapi apapun itu yang berada di luar sana?" kata Sharlean. "Mungkin," jawab Jarred. Sharlean mengintip melalui jendela lain di bagian belakang rumah. Ia melihat seorang wanita Stalker yang diikuti oleh beberapa ekor makhluk besar yang memegang kapak dan senajat lainnya.
"Shera...dan para Orc," katanya singkat.
"Shera sang Stalker?" tanya Jade tercengang. Sharlean mengangguk. "Rupanya ia belum menyerah," kata Jarred. Jade ingin bertanya sesuatu pada Jarred, tapi ia mengurungkan niatnya. Ia mengangkat perisai besarnya dan membuka pintu depan rumah. Di luar, tampak Shera sang Stalker yang tersenyum licik saat ia melihat Jade dan Jarred. Tatapan matanya penuh rasa benci saat ia menatap Jarred.
"Masih hidup, Jarred?" tanya Shera. Jarred tak menjawab.
Seperti dugaan Jade, ada sesuatu antara Shera dengan Jarred, sesuatu yang tak pernah ia ketahui sebelumnya. "Seperti biasa, Shera Mithel," kata Jarred dengan suara rendah, namun Jade dapat mendengar dengan jelas apa yang dikatakannya pada sang Stalker. Shera mengeluarkan dua bilah belati pendek. "Kali ini, aku takkan membiarkanmu pergi hidup-hidup," katanya. "Akan kita lihat...siapakah yang tidak akan keluar hidup-hidup," kata Jarred.
Jarred meluncur maju dan melakukan tusukan berkali-kali menggunakan Katar-nya. Namun, Shera segera menghindarinya dan memberi aba-aba pada pasukan Orc yang menunggu di belakangnya. "Tak ada kata curang ataupun adil di dalam suatu pertempuran, Jarred, itu yang biasa kau katakan," kata Shera. "Yang ada hanyalah...," lanjut Shera, "...kehidupan dan kematian." Jade segera menebas salah satu Orc yang mendekatinya dan menggunakan Grand Cross untuk melukai beberapa ekor Orc lainnya. Sementara itu, Sharlean yang sedang berdiri di belakangnya melepaskan beberapa bola energi berwarna kemerahan untuk menyerang para Orc di sekitar Jade. Terdengar suara ledakan beberapa kali saat bola-bola energi itu mengenai sasaran. Sharlean berlari ke arah Jade dan menggunakan sihir Thunder Storm untuk menciptakan area petir untuk menyerang musuh yang berkumpul di sekitar Jade. "Majulah!" kata Sharlean. Ia terus berusaha menahan musuh-musuh yang mendekat dengan menggunakan bola-bola energi miliknya dan menggunakan beberapa sihir lainnya untuk meledakkan musuh di sekitarnya.
Cherlia terbangun. Ia mendengar suara ledakan dan tebasan di luar rumah. "Carish...," bisiknya, membangunkan Carish yang tengah tertidur. Cyriel yang terkejut oleh suara ledakan yang cukup keras juga terbangun. "Apa yang terjadi?" tanya Cherlia. "Entahlah, sepertinya mereka sedang bertempur," kata Carish sambil berusaha berdiri. Ia melangkah menuju pintu depan dan melihat Jade, Sharlean, dan Jarred sedang menahan pasukan Shera Mithel dengan seluruh kemampuan mereka.
"Jade!" panggil Cherlia. Ia segera menggunakan sihir Heal saat melihat tubuh Jade yang dipenuhi luka akibat pukulan para Orc. "Cherlia! Masuk ke dalam rumah! Kau masih belum kuat untuk bertempur sekarang!" teriak Jade sambil mengayunkan pedangnya dan menebas leher salah satu Orc. Darah segar memercik ke tanah saat Orc itu terjatuh perlahan. "Sial! Jumlah mereka terlalu banyak!" kata Jade pada Jarred. Sharlean masih menggunakan beberapa sihir miliknya untuk meledakkan dan memukul monster-monster di sekelilingnya.
Udara terasa semakin dingin seiring dengan memanasnya pertempuran. Shera Mithel tampak tersenyum penuh kemenangan di kejauhan. Jade merasakan seekor Orc berhasil menebas punggungnya dengan menggunakan kapak yang cukup besar. Ia dapat merasakan rasa sakit berkumpul di punggungnya. "Heal!" teriak Cherlia. Luka Jade menutup sedikit, namun ia harus segera melanjutkan pertempuran. Ia mengibaskan pedangnya berkali-kali dan menyebabkan beberapa Orc di sekitarnya terjatuh. "Reflect Shield!" katanya. Aura pelindung muncul di sekitar tubuh Jade. Aura itu tak dapat menahan semua serangan yang diarahkan padanya, namun cukup membantu untuk melawan musuh yang menyerang langssung sekaligus.
Sementara itu, Shera melangkah menuju Carish yang sedang berdiri di dekat Cherlia. "Lama tak bertemu, Carish," katanya. Carish berusaha memikirkan sesuatu untuk melawannya, namun sebelum ia berhasil mengeluarkan sihir apapun, Shera menggenggam pergelangan tangannya dan menariknya menjauh dari Cherlia.
"Jarred!" panggil Shera. Jarred segera menghentikan pertempuran dan menatap ke arah Shera. Ia melihat Carish berdiri di sebelah Shera. "Carish!" teriaknya. Ia berusaha mendekat untuk merebut Carish, namun Shera melemparkan dua buah pisau beracun ke arahnya. Jarred berhasil menghindar, tapi Shera sudah mengarahkan sebuah pisau lainnya ke leher Carish. "Kau mendekat, dia mati," katanya. "Kau...," kata Jarred penuh kemarahan. Jade segera membunuh seekor Orc yang berusaha menyerang Jarred dari belakang dan segera berdiri di sebelah Jarred. "Jangan lengah!" kata Jade sambil menebas Orc lainnya menggunakan Holy Cross.
Cherlia berlari mendekati Jade dan Jarred bersama dengan Sharlean dan Cyriel. Sementara itu, Hansen dan Darlen sedang berusaha membuka jalan menggunakan serangan masing-masing. Hansen yang sudah cukup terlatih dalam menggunakan pukulan-pukulan yang mematikan berhasil menjatuhkan beberapa ekor Orc bertubuh besar dalam beberapa saat. "Cherlia! Jangan mendekat!" kata Jade. Ia melihat seekor Orc yang akan memukul Cherlia. Oleh karena itu, Jade segera menggunakan Sacrifice pada Cherlia untuk memindahkan rasa sakit yang ia terima pada dirinya sendiri. "Heal!" teriak Cherlia sambil menggunakan sihir penyembuh. "Jade, jangan bertindak bodoh!" kata Cherlia. Jade segera mengangkat pedangnya dan mengumpulkan kekuatan suci di bagian ujung pedangnya. "Grand Cross!" katanya sambil menusukkan pedangnya ke tanah untuk menghasilkan ledakan kekuatan suci di sekelilingnya. Cherlia berdiri di dekat Jade. "Aku akan membantumu," kata Cherlia. Para Orc semakin mendekat. Mereka tampak marah karena Jade dan yang lain telah membunuh banyak anggota mereka.
Saat itu, Jade merasakan ada kekuatan lain menyelimuti mereka. Sharlean juga dapat merasakannya dengan jelas. Kekuatan yang memberikan mereka kemampuan lebih. Kemampuan untuk bertempur. Kemampuan untuk melindungi. Cherlia menatap Jade dan tersenyum. "Inikah...Resonance?" tanya Jade pada dirinya sendiri. Tubuhnya terasa ringan. Ia mendapat kecepatan lebih daripada saat ia diberikan sihir Increase Agility oleh Cherlia. Selain itu, pedangnya terasa lebih kuat dan lebih lincah, seolah-olah ada energi yang tak tampak mengelilingi pedangnya. Ia segera maju untuk menebas para Orc di hadapannya. Setiap tebasan yang ia lakukan diikuti oleh sejenis hembusan energi dari pedang menuju tangannya. Para Orc itu terjatuh hanya dalam satu tebasan. "Sharlean! Habisi mereka dengan Thunder Storm!!" teriak Jade. Sharlean mengerti dan mengeluarkan Thunder Storm. Anehnya, sihir itu keluar dalam jumlah besar dan ukuran dua kali lipat lebih besar. Jade terus menebas para Orc menggunakan kekuatan sihir di pedangnya. Ia dapat menghasilkan ledakan besar hanya dengan melakukan beberapa tebasan sekaligus.
"Sekarang...GRAND CROSS!!" teriaknya keras.
"Lord of Vermillion!" teriak Sharlean keras.
"Sonic Blow!" teriak Jarred, mengikuti dua orang temannya.
Grand Cross dan Lord of Vermillion terjadi lebih kuat daripada biasanya. Serangan gabungan keduanya terasa mematikan dan daya penghancurnya meningkat drastis. Sementara itu, efek Sonic Blow berbeda dari biasanya. Serangan itu mampu menghancurkan beberapa ekor musuh sekaligus di sekitar Jarred. Serangan itu juga semakin kuat dan mematikan. "Saatnya mengalahkan Shera!" teriak Jade.
"Tunggu!" kata Jarred sambil menahan Jade, "Shera Mithel adalah mangsaku."
RO Fanfic 16
Di hadapan Jade berdiri seseorang -- atau sesuatu -- yang tampak seperti manusia. Namun, manusia ini memiliki dua wujud. Terkadang ia berwujud seperti seorang pria, terkadang ia berubah menjadi seorang wanita. Makhluk itu menatap Jade dan Cherlia dengan tatapan yang aneh. "Gemini-S58," kata Cherlia sambil menatap makhluk itu. "Apa?" tanya Jade. "Namanya Gemini-S58. Makhluk ini merupakan perpaduan antara pria dan wanita. Aku pernah membaca tentangnya beberapa kali di perpustakaan sekolah," kata Cherlia berusaha menjelaskan. Jade terus menggenggam pedangnya di tangan kanan dan perisainya di tangan kiri. "I don't think this is good," kata Jade. "Ya, makhluk ini menyerang pengembara yang tidak waspada. Ia mungkin saja dapat berubah wujud di tengah-tengah pertempuran," kata Cherlia. "Hmm...pria dan wanita...kok mirip Hermafrodit ya? You know, makhluk hidup yang dapat memiliki dua jenis kelamin," kata Jade. Cherlia mencubit tangan kiri Jade. "Bukan waktunya bercanda!" katanya serius. "Iya, maaf," kata Jade sambil meringis karena cubitan Cherlia yang lumayan menyakitkan.
Makhluk itu terus terdiam, namun matanya tampak berbahaya. Ia terus-menerus beubah dari pria menjadi wanita, kemudian menjadi kembali menjadi pria. Jade berusaha untuk tidak melakukan gerakan secara tiba-tiba, tapi sebelum ia sempat berpikir apa yang harus dilakukan, makhluk yang bernama Gemini-S58 itu melangkah maju dan siap menerjang Cherlia. Untungnya, Jade sempat menggunakan skill perlindungan Sacrifice untuk menciptakan aura pelindung di sekitar Cherlia. Akibatnya, serangan yang dilakukan monster itu berpindah dari Cherlia ke Jade. "Sacrifice, sihir perpindahan rasa sakit," kata Jade. Ia mengayunkan pedangnya beberapa kali, tapi berhasil dihindari oleh monster Gemini-S58 itu. Sekali lagi, Jade harus menggunakan Sacrifice untuk melindungi Cherlia dari serangan mendadak yang dilakukan makhluk itu. "Susah juga jadi Crusader yah...," kata Jade.
Cherlia mengarahkan kedua tangannya pada makhluk itu dan mengeluarkan cahaya yang disertai dengan seorang malaikat di atas makhluk itu. Malaikat itu menjatuhkan beberapa buah pedang yang berakibat menurunnya pertahanan makhluk itu. "Lex Aeterna," kata Cherlia perlahan. "Jade, sekarang! Gunakan serangan terkuatmu!" kata Cherlia terburu-buru. Jade mengangguk dan berlari mendekati makhluk yang masih tampak bingung itu. "Holy Cross!" kata Jade sambil mengayunkan pedangnya membentuk sebuah salib suci di udara di hadapannya. Dua buah tebasan itu mengenai tubuh sang monster dan mengakibatkan efek dua kali lipat dari biasanya. Makhluk itu masih hidup, ia berusaha menyerang Jade sambil terus berubah wujud. Jade yang telah waspada akan serangan itu segera melakukan gerakan menghindar dan membalas dengan pukulan keras menggunakan bagian belakang pedangnya yang diarahkan ke perut makhluk itu. Kemudian, ia melakukan Holy Cross sekali lagi ke arah tubuh makhluk itu untuk membuatnya terjatuh ke tanah. Jade segera berinisiatif untuk mengarahkan pedangnya ke leher makhluk itu.
"Jade!" teriak Cherlia.
"Apa?" tanya Jade.
Cherlia menarik tangan kanannya. "Apa tak ada cara lain selain membunuhnya?" tanyanya. Jade menatapnya dalam-dalam. "C, makhluk ini bukan manusia. Ia hanya berwujud seperti manusia. Jadi tak ada salahnya membunuhnya sebelum ia yang membunuh kita terlebih dulu, kan?" kata Jade. "Tapi...," kata Cherlia. Ia teringat bahwa Priest memiliki tugas untuk menolong sesama manusia, tapi perkataan Jade ada benarnya juga. Ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa makhluk itu bukan manusia, melainkan hanya monster yang mengambil wujud manusia. Saat ia sedang berpikir, makhluk itu melompat berdiri dan berlari ke arahnya. "Cherlia!" teriak Jade. Tanpa pikir panjang, ia mengangkat pedangnya dan melemparkannya ke arah makhluk itu. Pedang itu berhasil menembus punggung sang monster dan menjatuhkannya. "Maaf, tak ada pilihan lain," kata Jade. Makhluk itu terkapar di tanah dan berhenti bergerak. "Ya, kurasa kau benar," kata Cherlia.
Mereka menggeledah isi rumah dan menemukan beberaa buah batu berwarna kebiruan. Batu itu tampak seperti batu untuk perhiasan yang masih kasar. "Blue Gemstone?" tanya Jade. Cherlia mengangguk. "Untuk apa makhluk itu mengumpulkan Blue Gemstone sebanyak ini?" katanya lagi. "Entahlah, mungkin ia tertarik pada sesuatu yang berkilau," jawab Cherlia. Tiba-tiba Cherlia tampak kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Sebelum ia menyentuh lantai, Jade segera menangkapnya dan membawanya ke sofa yang ada di dekat situ. "Cherlia!" panggilnya setelah ia meletakannya di atas sofa. "Apa yang terjadi?" tanyanya pada diri sendiri. Jade tenggenggam tangan Cherlia. Dingin. "Cherlia, buka matamu!" kata Jade panik. Napas Cherlia terdengar berat dan keringat membanjiri wajahnya. Jade terus memanggil namanya, namun ia tak menjawab.
"Apa ia sakit?" tanya seseorang di belakangnya.
Jade melihat ke belakang dan mendapati Sharlean, Carish, Cyriel, dan Jarred di sana. Ia juga melihat beberapa orang yang belum ia kenal: Hansen dan Darlen. Mereka segera memperkenalkan diri secara singkat dan kembali ke topik pembicaraan. "Kami melihatmu di dekat sini dan memutuskan untuk mengikutimu. Tak kusangka, kemampuanmu sudah jauh meningkat," kata Jarred. Jade berusaha tersenyum, tapi tidak bisa. Ia terus menatap Cherlia yang tampak kesakitan.
"Jarred, apa yang terjadi pada Cherlia?" tanya Carish di sebelahnya. Jarred mengangkat bahu. "Ini hanya perkiraanku saja...," kata Jarred. Jade menatapnya penuh rasa ingin tahu. "Cherlia mungkin memiliki Resonance," kata Jarred. "Resonance? Apa itu?" tanya Jade.
"Resonance adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan alam sekitar. Namun, seseorang yang memiliki Resonance akan mengalami kesakitan yang luar biasa bila ia tidak bisa menahan atau mengendalikannya. Belum banyak orang yang memiliki Resonance, tapi ada seseorang yang kukenal...ia juga memilikinya. Itu sebabnya aku mengatakan pada kalian bahwa kalianlah yang dapat menghadapi Odin. Ingat saat pertama kali kukatakan ada yang berbeda pada grup kalian?" tanya Jarred. "Memangnya kau bilang begitu ya?" tanya Sharlean. "Mungkin...tapi mungkin juga belum. Aku tak begitu ingat. Intinya, Resonance memiliki kemampuan untuk memanfaatkan kekuatan alam sekitar untuk mengambil suatu bentuk. Anggaplah sebagai sihir yang tidak biasa, tapi Resonance juga dapat menyebabkan penderitaan. Untuk menahannya, Cherlia harus belajar untuk mengendalikan Resonance miliknya," kata Jarred.
"Apa yang terjadi dengan temanmu itu?" tanya Jade tampak khawatir.
"Ia...meninggal saat bertempur menggunakan Resonance. Ia belum benar-benar menguasainya, tapi ia tak memedulikan laranganku dan menggunakan Resonance untuk ikut bertempur. Akibatnya, ia kehilangan kendali atas Resonance dan kekuatan itu berbalik ke arahnya dan membunuhnya," kata Jarred.
Jade menatap Cherlia. Kenapa hal ini terjadi begitu cepat? tanya Jade pada diri sendiri. Cherlia baru saja dapat menikmati hidup sebagai seorang Priest. "Apa ia akan mengalami hal yang sama?" tanya Jade. "Tergantung...tidak, jika ia dapat mengendalikannya. Ya, jika ia tidak dapat mengendalikannya," kata Jarred. Cherlia membuka matanya perlahan. Ia masih tampak kesakitan. "Apa aku akan mati seperti temanmu itu, Jarred?" tanyanya. "Entahlah. Kuharap tidak," jawab Jarred. Jade membantu Cherlia berdiri. "Kau harus beristirahat," kata Jade. "Ya, tapi biarkan aku menyembuhkan luka-lukamu," kata Cherlia sambil menggunakan sihir Heal miliknya ke arah Jade.
Beberapa saat kemudian, Cherlia sudah terlelap. Jade hanya melihat Sharlean yang masih belum tidur. "Jade, kau khawatir?" tanya Sharlean. Jade mengangguk. Ia tak ingin bicara banyak tentang Resonance yang dimiliki Cherlia. Ia berusaha menutup matanya dan tertidur. Tidurnya tidak nyenyak. Ia terus terbayang-bayang tentang Cherlia dan kekuatan miliknya.
"Resonance...," bisik seseorang di pikiran Jade.
Makhluk itu terus terdiam, namun matanya tampak berbahaya. Ia terus-menerus beubah dari pria menjadi wanita, kemudian menjadi kembali menjadi pria. Jade berusaha untuk tidak melakukan gerakan secara tiba-tiba, tapi sebelum ia sempat berpikir apa yang harus dilakukan, makhluk yang bernama Gemini-S58 itu melangkah maju dan siap menerjang Cherlia. Untungnya, Jade sempat menggunakan skill perlindungan Sacrifice untuk menciptakan aura pelindung di sekitar Cherlia. Akibatnya, serangan yang dilakukan monster itu berpindah dari Cherlia ke Jade. "Sacrifice, sihir perpindahan rasa sakit," kata Jade. Ia mengayunkan pedangnya beberapa kali, tapi berhasil dihindari oleh monster Gemini-S58 itu. Sekali lagi, Jade harus menggunakan Sacrifice untuk melindungi Cherlia dari serangan mendadak yang dilakukan makhluk itu. "Susah juga jadi Crusader yah...," kata Jade.
Cherlia mengarahkan kedua tangannya pada makhluk itu dan mengeluarkan cahaya yang disertai dengan seorang malaikat di atas makhluk itu. Malaikat itu menjatuhkan beberapa buah pedang yang berakibat menurunnya pertahanan makhluk itu. "Lex Aeterna," kata Cherlia perlahan. "Jade, sekarang! Gunakan serangan terkuatmu!" kata Cherlia terburu-buru. Jade mengangguk dan berlari mendekati makhluk yang masih tampak bingung itu. "Holy Cross!" kata Jade sambil mengayunkan pedangnya membentuk sebuah salib suci di udara di hadapannya. Dua buah tebasan itu mengenai tubuh sang monster dan mengakibatkan efek dua kali lipat dari biasanya. Makhluk itu masih hidup, ia berusaha menyerang Jade sambil terus berubah wujud. Jade yang telah waspada akan serangan itu segera melakukan gerakan menghindar dan membalas dengan pukulan keras menggunakan bagian belakang pedangnya yang diarahkan ke perut makhluk itu. Kemudian, ia melakukan Holy Cross sekali lagi ke arah tubuh makhluk itu untuk membuatnya terjatuh ke tanah. Jade segera berinisiatif untuk mengarahkan pedangnya ke leher makhluk itu.
"Jade!" teriak Cherlia.
"Apa?" tanya Jade.
Cherlia menarik tangan kanannya. "Apa tak ada cara lain selain membunuhnya?" tanyanya. Jade menatapnya dalam-dalam. "C, makhluk ini bukan manusia. Ia hanya berwujud seperti manusia. Jadi tak ada salahnya membunuhnya sebelum ia yang membunuh kita terlebih dulu, kan?" kata Jade. "Tapi...," kata Cherlia. Ia teringat bahwa Priest memiliki tugas untuk menolong sesama manusia, tapi perkataan Jade ada benarnya juga. Ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa makhluk itu bukan manusia, melainkan hanya monster yang mengambil wujud manusia. Saat ia sedang berpikir, makhluk itu melompat berdiri dan berlari ke arahnya. "Cherlia!" teriak Jade. Tanpa pikir panjang, ia mengangkat pedangnya dan melemparkannya ke arah makhluk itu. Pedang itu berhasil menembus punggung sang monster dan menjatuhkannya. "Maaf, tak ada pilihan lain," kata Jade. Makhluk itu terkapar di tanah dan berhenti bergerak. "Ya, kurasa kau benar," kata Cherlia.
Mereka menggeledah isi rumah dan menemukan beberaa buah batu berwarna kebiruan. Batu itu tampak seperti batu untuk perhiasan yang masih kasar. "Blue Gemstone?" tanya Jade. Cherlia mengangguk. "Untuk apa makhluk itu mengumpulkan Blue Gemstone sebanyak ini?" katanya lagi. "Entahlah, mungkin ia tertarik pada sesuatu yang berkilau," jawab Cherlia. Tiba-tiba Cherlia tampak kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Sebelum ia menyentuh lantai, Jade segera menangkapnya dan membawanya ke sofa yang ada di dekat situ. "Cherlia!" panggilnya setelah ia meletakannya di atas sofa. "Apa yang terjadi?" tanyanya pada diri sendiri. Jade tenggenggam tangan Cherlia. Dingin. "Cherlia, buka matamu!" kata Jade panik. Napas Cherlia terdengar berat dan keringat membanjiri wajahnya. Jade terus memanggil namanya, namun ia tak menjawab.
***
"Apa ia sakit?" tanya seseorang di belakangnya.
Jade melihat ke belakang dan mendapati Sharlean, Carish, Cyriel, dan Jarred di sana. Ia juga melihat beberapa orang yang belum ia kenal: Hansen dan Darlen. Mereka segera memperkenalkan diri secara singkat dan kembali ke topik pembicaraan. "Kami melihatmu di dekat sini dan memutuskan untuk mengikutimu. Tak kusangka, kemampuanmu sudah jauh meningkat," kata Jarred. Jade berusaha tersenyum, tapi tidak bisa. Ia terus menatap Cherlia yang tampak kesakitan.
"Jarred, apa yang terjadi pada Cherlia?" tanya Carish di sebelahnya. Jarred mengangkat bahu. "Ini hanya perkiraanku saja...," kata Jarred. Jade menatapnya penuh rasa ingin tahu. "Cherlia mungkin memiliki Resonance," kata Jarred. "Resonance? Apa itu?" tanya Jade.
"Resonance adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan alam sekitar. Namun, seseorang yang memiliki Resonance akan mengalami kesakitan yang luar biasa bila ia tidak bisa menahan atau mengendalikannya. Belum banyak orang yang memiliki Resonance, tapi ada seseorang yang kukenal...ia juga memilikinya. Itu sebabnya aku mengatakan pada kalian bahwa kalianlah yang dapat menghadapi Odin. Ingat saat pertama kali kukatakan ada yang berbeda pada grup kalian?" tanya Jarred. "Memangnya kau bilang begitu ya?" tanya Sharlean. "Mungkin...tapi mungkin juga belum. Aku tak begitu ingat. Intinya, Resonance memiliki kemampuan untuk memanfaatkan kekuatan alam sekitar untuk mengambil suatu bentuk. Anggaplah sebagai sihir yang tidak biasa, tapi Resonance juga dapat menyebabkan penderitaan. Untuk menahannya, Cherlia harus belajar untuk mengendalikan Resonance miliknya," kata Jarred.
"Apa yang terjadi dengan temanmu itu?" tanya Jade tampak khawatir.
"Ia...meninggal saat bertempur menggunakan Resonance. Ia belum benar-benar menguasainya, tapi ia tak memedulikan laranganku dan menggunakan Resonance untuk ikut bertempur. Akibatnya, ia kehilangan kendali atas Resonance dan kekuatan itu berbalik ke arahnya dan membunuhnya," kata Jarred.
Jade menatap Cherlia. Kenapa hal ini terjadi begitu cepat? tanya Jade pada diri sendiri. Cherlia baru saja dapat menikmati hidup sebagai seorang Priest. "Apa ia akan mengalami hal yang sama?" tanya Jade. "Tergantung...tidak, jika ia dapat mengendalikannya. Ya, jika ia tidak dapat mengendalikannya," kata Jarred. Cherlia membuka matanya perlahan. Ia masih tampak kesakitan. "Apa aku akan mati seperti temanmu itu, Jarred?" tanyanya. "Entahlah. Kuharap tidak," jawab Jarred. Jade membantu Cherlia berdiri. "Kau harus beristirahat," kata Jade. "Ya, tapi biarkan aku menyembuhkan luka-lukamu," kata Cherlia sambil menggunakan sihir Heal miliknya ke arah Jade.
Beberapa saat kemudian, Cherlia sudah terlelap. Jade hanya melihat Sharlean yang masih belum tidur. "Jade, kau khawatir?" tanya Sharlean. Jade mengangguk. Ia tak ingin bicara banyak tentang Resonance yang dimiliki Cherlia. Ia berusaha menutup matanya dan tertidur. Tidurnya tidak nyenyak. Ia terus terbayang-bayang tentang Cherlia dan kekuatan miliknya.
"Resonance...," bisik seseorang di pikiran Jade.
Sabtu, Januari 24, 2009
RO Fanfic 15
Chapter 6: "Mystery of Niflheim"
Jade berjalan sepanjang kota Niflheim. Kota itu begitu gelap dan suram. Beberapa ekor makhluk yang tidak jelas bentuknya terlihat beberapa kali melintasi daerah pinggiran kota. "Hati-hati," bisik Jade pada Cherlia. Cherlia terus mengikuti di belakangnya sambil menggenggam Bible miliknya erat-erat. Jade segera mengayunkan pedangnya sekuat tenaga saat seekor monster kecil berwarna hitam terbang mendekati Cherlia. "Holy Cross!" katanya, melakukan tebasan berbentuk salib di udara. Energi suci menyelimuti pedang Jade dan segera menghantam monster itu. Monster itu terjatuh dan menghilang perlahan-lahan. Pertarungan singkat itu telah menarik perhatian beberapa ekor monster lainnya. Jade segera bersiap melakukan perlawanan apabila ada monster lain yang mendekat.
Tanpa membuang waktu, Jade segera menghabisi gerombolan monster yang bergerak ke arah mereka. Sementara itu, Cherlia terus melakukan Heal pada Jade untuk menyembuhkan luka-lukanya yang terjadi saat ia bertempur. "Cherlia! Gunakan Sanctuary!" kata Jade. Cherlia mengangguk dan mengarahkan kedua tangannya kepada Jade dan monster-monster undead di sekitarnya. "Sanctuary!" katanya. Sebuah area cahaya tercipta di sekeliling Jade. Cahaya suci itu menyembuhkan lukanya perlahan-lahan dan melukai monster-monster di sekitarnya. Jade segera memutar pedangnya dan menusukkannya ke tanah. Seketika itu juga, cahaya suci berbentuk salib muncul di bawahnya dan membesar. Cahaya itu memberikan efek serangan suci pada monster-monster di sekitar Jade. "Grand Cross!" teriaknya. Meskipun serangan itu sangat berguna, Jade juga merasakan efeknya di sekitar tubuhnya. Tubuhnya yang tertutup baju besi terasa sakit akibat ledakan-ledakan kecil di sekitarnya. Menggunakan Grand Cross cukup menghabiskan stamina, namun ia tahu bahwa ia harus dapat melakukan semua itu karena ia telah memilih untuk menjadi seorang Crusader. Semua monster di sekitarnya telah jatuh dan menghilang, namun sakit di tubuh Jade masih terasa. "Kau tak apa-apa?" tanya Cherlia. Jade mengangguk perlahan dan berdiri. Ia mengangkat perisainya dan menggenggamnya lebih erat.
Di sisi lain kota Niflheim tampak sebuah kuburan yang cukup menyeramkan. Namun, Jade tahu bahwa ketakutan hanya akan menghambat mereka. "Kau...yakin mau lewat jalan ini...?" tanya Cherlia dengan suara rendah. "Ya. Kenapa?" tanya Jade. "Umm...aku nggak berani lewat jalan ini...ngeri," kata Cherlia. Jade segera berdiri di sebelahnya. "Ini satu-satunya jalan yang dapat kita tempuh untuk menuju tempat di mana Jarred menunggu. Sini," kata Jade sambil menggenggam tangan Cherlia. Cherlia terdiam selama beberapa saat dan mengangguk. "Baiklah...tapi jangan jauh-jauh dariku," katanya. Jade mengangguk setuju.
Tanah tempat mereka berjalan tampak hitam dan lembab. Mereka dapat merasakan perbedaan saat mereka memasuki daerah kuburan itu. Tak ada satupun monster di sekitar mereka, namun rasa takut terus mencekam. Kegelapan malam yang begitu terasa hanya mengganggu jalan mereka. Sesekali, Jade menatap Chelia untuk memastikan bahwa ia tak apa-apa. Namun, setiap kali ia menatapnya, Cherlia terus berwajah tegang. Tiba-tiba, terdengar suara yang terdengar seperti sebuah nyanyian:
Niflheim, City of the Dead - Niflheim, kota kematian
Where humans feel their dread - Tempat manusia merasakan kengerian
Everytime, everyday they lost - Setiap waktu mereka kehilangan
The feeling innermost - Yang terdalam dari perasaan
Of the everlasting brave - Dari keabadian pada keberanian
Niflheim, bring them to the grave. - Niflheim, bawalah ke penguburan.
Jade merasa aneh mendengar rima yang sama di akhir tiap kalimat. Lagu itu membuatnya bergidik sejenak, namun ia berusaha mendekati sumber suara itu. Di sisi lain kuburan, terdapat sebuah rumah kecil dengan lampu menyala. Meskipun begitu, rumah itu tampak suram, bahkan lampunya yang menyala tampak remang-remang. Terdengar suara beberapa orang bercakap-cakap dari dalam rumah. Beberapa saat kemudian, Jade mendengar lagu itu dinyanyikan kembali berulang-ulang. Suara di dalam rumah terkadang terdengar seperti suara laki-laki, terkadang terdengar seperti suara perempuan. Suara itu terdengar bersahut-sahutan, semakin lama semakin bersemangat dan juga semakin misterius. Jade berusaha mengintip dari jendela kecil di sisi kanan rumah, tapi ia tak dapat melihat apapun karena cahaya lampu yang remang-remang menyulitkannya untuk melihat apa yang ada di dalam rumah.
"Kita harus masuk ke dalam rumah," kata Jade.
"Kau yakin?" tanya Cherlia.
Jade mengangguk. "Jika terjadi sesuatu, kau harus lari dan mencari Jarred," kata Jade. "Tapi...," kata Cherlia. "Tidak ada tapi," kata Jade sebelum Cherlia menyelesaikan kalimatnya. "Baiklah," gumam Cherlia. Perlahan-lahan dan tanpa mengeluarkan suara apapun, Jade mendekati pintu depan rumah dan menatap Cherlia. Kemudian ia memutar pegangan pintunya dan membukanya secara perlahan-lahan. Ia melihat sesuatu, sesuatu yang membuatnya sangat terkejut sekaligus merasa ngeri. Pemandangan yang ia lihat tampak tidak mungkin bagi orang pada umumnya. Bahkan Jade, yang telah mengetahui bahwa sesuatu yang tidak mungkin terjadi bisa saja terjadi, masih juga terkejut melihat sesuatu yang ada di hadapannya.
Jade berjalan sepanjang kota Niflheim. Kota itu begitu gelap dan suram. Beberapa ekor makhluk yang tidak jelas bentuknya terlihat beberapa kali melintasi daerah pinggiran kota. "Hati-hati," bisik Jade pada Cherlia. Cherlia terus mengikuti di belakangnya sambil menggenggam Bible miliknya erat-erat. Jade segera mengayunkan pedangnya sekuat tenaga saat seekor monster kecil berwarna hitam terbang mendekati Cherlia. "Holy Cross!" katanya, melakukan tebasan berbentuk salib di udara. Energi suci menyelimuti pedang Jade dan segera menghantam monster itu. Monster itu terjatuh dan menghilang perlahan-lahan. Pertarungan singkat itu telah menarik perhatian beberapa ekor monster lainnya. Jade segera bersiap melakukan perlawanan apabila ada monster lain yang mendekat.
Tanpa membuang waktu, Jade segera menghabisi gerombolan monster yang bergerak ke arah mereka. Sementara itu, Cherlia terus melakukan Heal pada Jade untuk menyembuhkan luka-lukanya yang terjadi saat ia bertempur. "Cherlia! Gunakan Sanctuary!" kata Jade. Cherlia mengangguk dan mengarahkan kedua tangannya kepada Jade dan monster-monster undead di sekitarnya. "Sanctuary!" katanya. Sebuah area cahaya tercipta di sekeliling Jade. Cahaya suci itu menyembuhkan lukanya perlahan-lahan dan melukai monster-monster di sekitarnya. Jade segera memutar pedangnya dan menusukkannya ke tanah. Seketika itu juga, cahaya suci berbentuk salib muncul di bawahnya dan membesar. Cahaya itu memberikan efek serangan suci pada monster-monster di sekitar Jade. "Grand Cross!" teriaknya. Meskipun serangan itu sangat berguna, Jade juga merasakan efeknya di sekitar tubuhnya. Tubuhnya yang tertutup baju besi terasa sakit akibat ledakan-ledakan kecil di sekitarnya. Menggunakan Grand Cross cukup menghabiskan stamina, namun ia tahu bahwa ia harus dapat melakukan semua itu karena ia telah memilih untuk menjadi seorang Crusader. Semua monster di sekitarnya telah jatuh dan menghilang, namun sakit di tubuh Jade masih terasa. "Kau tak apa-apa?" tanya Cherlia. Jade mengangguk perlahan dan berdiri. Ia mengangkat perisainya dan menggenggamnya lebih erat.
Di sisi lain kota Niflheim tampak sebuah kuburan yang cukup menyeramkan. Namun, Jade tahu bahwa ketakutan hanya akan menghambat mereka. "Kau...yakin mau lewat jalan ini...?" tanya Cherlia dengan suara rendah. "Ya. Kenapa?" tanya Jade. "Umm...aku nggak berani lewat jalan ini...ngeri," kata Cherlia. Jade segera berdiri di sebelahnya. "Ini satu-satunya jalan yang dapat kita tempuh untuk menuju tempat di mana Jarred menunggu. Sini," kata Jade sambil menggenggam tangan Cherlia. Cherlia terdiam selama beberapa saat dan mengangguk. "Baiklah...tapi jangan jauh-jauh dariku," katanya. Jade mengangguk setuju.
Tanah tempat mereka berjalan tampak hitam dan lembab. Mereka dapat merasakan perbedaan saat mereka memasuki daerah kuburan itu. Tak ada satupun monster di sekitar mereka, namun rasa takut terus mencekam. Kegelapan malam yang begitu terasa hanya mengganggu jalan mereka. Sesekali, Jade menatap Chelia untuk memastikan bahwa ia tak apa-apa. Namun, setiap kali ia menatapnya, Cherlia terus berwajah tegang. Tiba-tiba, terdengar suara yang terdengar seperti sebuah nyanyian:
Niflheim, City of the Dead - Niflheim, kota kematian
Where humans feel their dread - Tempat manusia merasakan kengerian
Everytime, everyday they lost - Setiap waktu mereka kehilangan
The feeling innermost - Yang terdalam dari perasaan
Of the everlasting brave - Dari keabadian pada keberanian
Niflheim, bring them to the grave. - Niflheim, bawalah ke penguburan.
Jade merasa aneh mendengar rima yang sama di akhir tiap kalimat. Lagu itu membuatnya bergidik sejenak, namun ia berusaha mendekati sumber suara itu. Di sisi lain kuburan, terdapat sebuah rumah kecil dengan lampu menyala. Meskipun begitu, rumah itu tampak suram, bahkan lampunya yang menyala tampak remang-remang. Terdengar suara beberapa orang bercakap-cakap dari dalam rumah. Beberapa saat kemudian, Jade mendengar lagu itu dinyanyikan kembali berulang-ulang. Suara di dalam rumah terkadang terdengar seperti suara laki-laki, terkadang terdengar seperti suara perempuan. Suara itu terdengar bersahut-sahutan, semakin lama semakin bersemangat dan juga semakin misterius. Jade berusaha mengintip dari jendela kecil di sisi kanan rumah, tapi ia tak dapat melihat apapun karena cahaya lampu yang remang-remang menyulitkannya untuk melihat apa yang ada di dalam rumah.
"Kita harus masuk ke dalam rumah," kata Jade.
"Kau yakin?" tanya Cherlia.
Jade mengangguk. "Jika terjadi sesuatu, kau harus lari dan mencari Jarred," kata Jade. "Tapi...," kata Cherlia. "Tidak ada tapi," kata Jade sebelum Cherlia menyelesaikan kalimatnya. "Baiklah," gumam Cherlia. Perlahan-lahan dan tanpa mengeluarkan suara apapun, Jade mendekati pintu depan rumah dan menatap Cherlia. Kemudian ia memutar pegangan pintunya dan membukanya secara perlahan-lahan. Ia melihat sesuatu, sesuatu yang membuatnya sangat terkejut sekaligus merasa ngeri. Pemandangan yang ia lihat tampak tidak mungkin bagi orang pada umumnya. Bahkan Jade, yang telah mengetahui bahwa sesuatu yang tidak mungkin terjadi bisa saja terjadi, masih juga terkejut melihat sesuatu yang ada di hadapannya.
Kamis, Januari 08, 2009
RO Fanfic 14
Cyriel duduk terdiam di hadapan sang instruktur. Di hadapannya, terdapat beberapa buah gelas kimia berbentuk tabung yang terbuat dari kaca. Ia menggenggam sebuah gelas kimia lainnya sambil menatap gurunya. "Ingat, untuk melakukan alchemy dengan baik, kau harus mengetahui bahan apa saja yang dibutuhkan untuk membuat sebuah potion. Potion tersebut dapat digunakan baik untuk menyerang maupun menolong orang lain," kata sang instruktur. Ia memerintahkan Cyriel untuk mendekatinya. "Untuk itu, kau juga harus mengerti tentang dasar potion. Sesungguhnya, potion merupakan cairan yang terdiri dari banyak bahan. Pernahkah kau membayangkan berapa banyak bahan yang digunakan untuk menciptakan sebuah potion?" tanya sang instruktur. Cyriel menggelengkan kepalanya. Ia bahkan tak pernah berpikir untuk menciptakan sebuah potion jika bukan karena ia ingin menjadi seorang Alchemist.
Sang instruktur menyerahkan sebuah tabung berisi cairan kepadanya. "Cairan itu berisi larutan dasar untuk menciptakan sebuah potion. Sekarang, gunakan instingmu untuk mencampur larutan itu. Jika kau berhasil menciptakan sebuah potion yang cukup baik, kau lulus," katanya. "Jika aku gagal?" tanya Cyriel. "Jika kau gagal...berarti kau belum layak untuk menjadi seorang Alchemist," jawab sang instruktur.
Ia menatap tabung berisi cairan kemerahan yang diberikan oleh sang instruktur. Jantungnya berdegup kencang. Bagaimana jika ia gagal? Ia takkan bisa pergi ke Niflheim. Itu juga berarti ia tidak akan dapat membantu teman-temannya untuk melanjutkan perjuangan menghentikan Odin dan para Valkyrie-nya. Cyriel menuang larutan berwarna kemerahan itu ke sebuah gelas kimia dan mulai berpikir. Ia menutup matanya sejenak dan kemudian mengambil sebuah larutan lain dari atas mejanya. Ia menuangkannya perlahan dengan tangan gemetar. Ia tak boleh menumpahkan cairan itu sedikitpun. Kemudian, setelah seluruh cairan telah dicampur, ia mengaduknya perlahan dengan menggunakan sebuah sendok kaca.
"Kuharap pilihanku benar," kata Cyriel.
Instrukturnya menatap gelas kimianya sejenak, kemudian mengambilnya. "Kau ingin membuat larutan untuk melindungi senjata?" tanyanya. "Mm...ya, mungkin," jawab Cyriel. "Baiklah, kita akan mencobanya," kata sang instruktur.
Ia mengambil sebuah pedang tua yang sudah berkarat dan meletakkannya di lantai. Kemudian, ia membuka tutup gelas kimia yang merupakan hasil campuran milik Cyriel. "Siap?" tanyanya. Cyriel mengangguk perlahan. Sang instruktur mulai menuangkan larutan di dalam gelas kimia itu secara perlahan ke atas pedang tua itu. Terdengar suara desisan dari pedang. Pada awalnya, Cyriel mengira pedang itu akan hancur seketika, tapi ternyata tak terjadi apapun. "Kita akan mencoba memukul pedang ini," kata sang instruktur. Ia mengeluarkan sebuah kapak yang cukup besar. Cyriel yang merasa sedikit terkejut segera melangkah mundur dan menatap instrukturnya dari kejauhan. Terdengar suara yang keras saat kapak besar itu menyentuh pedang tua itu. Cyriel mendekati pedang itu perlahan. Ia berusaha melihat apa yang terjadi. Pedang itu tidak terbelah menjadi dua bagian, tetapi sebuah retakan kecil tercipta di salah satu sisi pedang itu.
"Jadi?" tanya Cyriel, "Apa aku gagal?"
Sang instruktur menatapnya dan tersenyum. "Larutan kimia buatanmu memang belum sempurna, tapi kau memiliki potensi untuk menyempurnakannya. Karena itu, kau dinyatakan lulus dari tes Alchemist," katanya. Cyriel tidak mempercayai pendengarannya. "Aku...lulus!?" katanya. Instrukturnya mengangguk dan melambaikan tangannya. Perlahan-lahan, kostum Cyriel berubah menjadi baju seorang Alchemist. Ia saku kirinya, terdapat beberapa gelas kimia tipis yang cukup mudah untuk dibawa. Di bagian dekat lehernya terdapat bulu-bulu yang membuatnya merasa hangat. Ia juga menyukai jubah kecil yang terdapat di punggungnya.
"Selamat...kau telah berhasil menempuh ujian untuk menjadi seorang Alchemist," kata sang instruktur.
Cyriel mengangguk dan tersenyum. "Apa kau akan menemui temanmu?" sang instruktur. "Ya. Mereka pasti sednag menungguku," jawab Cyriel. "Sudah kuduga. Aku bisa melihatnya, kau bukanlah orang yang dapat berdiri di garis depan, tapi kau adalah orang yang dapat membantu mereka yang kesulitan," kata sang instruktur. "Kenapa jadi terdengar seperti Priest?" kata Cyriel. "Maksudku, kau dapat membantu orang lain menggunakan kemampuan menciptakan dan menggunakan potion milikmu," kata sang instruktur. "Aku tak begitu mengerti, tapi terima kasih atas bantuanya," kata Cyriel.
Ia berdiri di hadapan Darlen yang sedang menunggu di tempat mereka bertemu sebelumnya. "Hai," kata Cyriel. "Hai," balas Darlen. "Aku harus pergi, tapi aku berusaha menepati janji untuk bertemu denganmu di sini," kata Cyriel tersenyum. "Ke mana kau akan pergi?" tanya Darlen. "Niflheim. Teman-temanku sedang menunggu, jadi aku tak punya banyak waktu," jawab Cyriel. "Apa kalian memerlukan seorang Blacksmith?" tanya Darlen. "Mungkin," jawab Cyriel. "Bagus. Kalau begitu aku akan ikut. Yah, anggap saja sebagai balas jasa karena telah menjadi temanku," kata Darlen. "Dasar...kau aneh juga...," kata Cyriel. "Apanya yang aneh?" tanya Darlen. "Kita kan baru saja kenal kemarin, tapi kau menganggapku sudah menjadi temanmu," kata Cyriel. "Boleh dong," kata Darlen jahil. "Iya, iya, kau boleh ikut. Tapi ingat, perjalanan ini sangat berbahaya," kata Cyriel. Darlen mengangguk. "Aku sudah sering menghadapi bahaya," katanya. Cyriel hanya tersenyum dan melangkah menuju pintu gerbang Aldebaran.
"Saatnya berangkat...ke Niflheim," katanya. Ia menarik napas dalam-dalam dan menatap Darlen. "Ayo," katanya. Ia telah menetapkan hatinya. Ia tahu bahwa ia mungkin takkan bisa kembali, tapi hal itu tak menghentikannya untuk menemui teman-temannya di Niflheim.
Sang instruktur menyerahkan sebuah tabung berisi cairan kepadanya. "Cairan itu berisi larutan dasar untuk menciptakan sebuah potion. Sekarang, gunakan instingmu untuk mencampur larutan itu. Jika kau berhasil menciptakan sebuah potion yang cukup baik, kau lulus," katanya. "Jika aku gagal?" tanya Cyriel. "Jika kau gagal...berarti kau belum layak untuk menjadi seorang Alchemist," jawab sang instruktur.
Ia menatap tabung berisi cairan kemerahan yang diberikan oleh sang instruktur. Jantungnya berdegup kencang. Bagaimana jika ia gagal? Ia takkan bisa pergi ke Niflheim. Itu juga berarti ia tidak akan dapat membantu teman-temannya untuk melanjutkan perjuangan menghentikan Odin dan para Valkyrie-nya. Cyriel menuang larutan berwarna kemerahan itu ke sebuah gelas kimia dan mulai berpikir. Ia menutup matanya sejenak dan kemudian mengambil sebuah larutan lain dari atas mejanya. Ia menuangkannya perlahan dengan tangan gemetar. Ia tak boleh menumpahkan cairan itu sedikitpun. Kemudian, setelah seluruh cairan telah dicampur, ia mengaduknya perlahan dengan menggunakan sebuah sendok kaca.
"Kuharap pilihanku benar," kata Cyriel.
Instrukturnya menatap gelas kimianya sejenak, kemudian mengambilnya. "Kau ingin membuat larutan untuk melindungi senjata?" tanyanya. "Mm...ya, mungkin," jawab Cyriel. "Baiklah, kita akan mencobanya," kata sang instruktur.
Ia mengambil sebuah pedang tua yang sudah berkarat dan meletakkannya di lantai. Kemudian, ia membuka tutup gelas kimia yang merupakan hasil campuran milik Cyriel. "Siap?" tanyanya. Cyriel mengangguk perlahan. Sang instruktur mulai menuangkan larutan di dalam gelas kimia itu secara perlahan ke atas pedang tua itu. Terdengar suara desisan dari pedang. Pada awalnya, Cyriel mengira pedang itu akan hancur seketika, tapi ternyata tak terjadi apapun. "Kita akan mencoba memukul pedang ini," kata sang instruktur. Ia mengeluarkan sebuah kapak yang cukup besar. Cyriel yang merasa sedikit terkejut segera melangkah mundur dan menatap instrukturnya dari kejauhan. Terdengar suara yang keras saat kapak besar itu menyentuh pedang tua itu. Cyriel mendekati pedang itu perlahan. Ia berusaha melihat apa yang terjadi. Pedang itu tidak terbelah menjadi dua bagian, tetapi sebuah retakan kecil tercipta di salah satu sisi pedang itu.
"Jadi?" tanya Cyriel, "Apa aku gagal?"
Sang instruktur menatapnya dan tersenyum. "Larutan kimia buatanmu memang belum sempurna, tapi kau memiliki potensi untuk menyempurnakannya. Karena itu, kau dinyatakan lulus dari tes Alchemist," katanya. Cyriel tidak mempercayai pendengarannya. "Aku...lulus!?" katanya. Instrukturnya mengangguk dan melambaikan tangannya. Perlahan-lahan, kostum Cyriel berubah menjadi baju seorang Alchemist. Ia saku kirinya, terdapat beberapa gelas kimia tipis yang cukup mudah untuk dibawa. Di bagian dekat lehernya terdapat bulu-bulu yang membuatnya merasa hangat. Ia juga menyukai jubah kecil yang terdapat di punggungnya.
"Selamat...kau telah berhasil menempuh ujian untuk menjadi seorang Alchemist," kata sang instruktur.
Cyriel mengangguk dan tersenyum. "Apa kau akan menemui temanmu?" sang instruktur. "Ya. Mereka pasti sednag menungguku," jawab Cyriel. "Sudah kuduga. Aku bisa melihatnya, kau bukanlah orang yang dapat berdiri di garis depan, tapi kau adalah orang yang dapat membantu mereka yang kesulitan," kata sang instruktur. "Kenapa jadi terdengar seperti Priest?" kata Cyriel. "Maksudku, kau dapat membantu orang lain menggunakan kemampuan menciptakan dan menggunakan potion milikmu," kata sang instruktur. "Aku tak begitu mengerti, tapi terima kasih atas bantuanya," kata Cyriel.
Ia berdiri di hadapan Darlen yang sedang menunggu di tempat mereka bertemu sebelumnya. "Hai," kata Cyriel. "Hai," balas Darlen. "Aku harus pergi, tapi aku berusaha menepati janji untuk bertemu denganmu di sini," kata Cyriel tersenyum. "Ke mana kau akan pergi?" tanya Darlen. "Niflheim. Teman-temanku sedang menunggu, jadi aku tak punya banyak waktu," jawab Cyriel. "Apa kalian memerlukan seorang Blacksmith?" tanya Darlen. "Mungkin," jawab Cyriel. "Bagus. Kalau begitu aku akan ikut. Yah, anggap saja sebagai balas jasa karena telah menjadi temanku," kata Darlen. "Dasar...kau aneh juga...," kata Cyriel. "Apanya yang aneh?" tanya Darlen. "Kita kan baru saja kenal kemarin, tapi kau menganggapku sudah menjadi temanmu," kata Cyriel. "Boleh dong," kata Darlen jahil. "Iya, iya, kau boleh ikut. Tapi ingat, perjalanan ini sangat berbahaya," kata Cyriel. Darlen mengangguk. "Aku sudah sering menghadapi bahaya," katanya. Cyriel hanya tersenyum dan melangkah menuju pintu gerbang Aldebaran.
"Saatnya berangkat...ke Niflheim," katanya. Ia menarik napas dalam-dalam dan menatap Darlen. "Ayo," katanya. Ia telah menetapkan hatinya. Ia tahu bahwa ia mungkin takkan bisa kembali, tapi hal itu tak menghentikannya untuk menemui teman-temannya di Niflheim.
Langganan:
Postingan (Atom)